IDEAtimes.id, Opini;- Sahabat itu, tidak mengutus duta. Dia sendiri yang datang ke rumah saya, mengantar undangan pesta pengantin putrinya. Maka betapa bersalahnya saya, andai saya tak menyempatkan sedikit waktu menghadiri undangannya.
Tapi membuat saya bingung, kenapa ruangan pesta pengantin di hotel mewah itu, hanya dihadiri sedikit orang. Bahkan membuat saya makin bingung, sahabat perempuan itu seolah tak merespon baik atas kedatangan saya pada pesta pengantin putrinya.
Gerangan apa kesalahan telah saya perbuat? Saya telah berdaya upaya menyisihkan waktu agar bisa hadir, namun kala saya menyodor tangan hendak bersalaman, tangan saya malah ditampik. Sebab itu, bertabur rasa dongkol, saya bergegas meninggalkan ruangan.
Saat perjalanan pulang, sopir saya menyadarkan. Covid 19, si Corona musababnya. Virusnya, tak lagi sekadar mewabah, juga epidemi. WHO menyebutnya telah mewujud pandemi, permasalahan dunia tak terkendali.
Musabab si Corona telah mewujud pandemi, ayal tak hanya sahabat saya, tetapi juga mempelai pengantin, bahkan semua manusia seisi bumi ini, memilih waspada. Tak mau ceroboh. Tak ingin serampangan menyodor tangan untuk bersalaman, lalu cipika-cipiki. Duduk bersama saja, mesti mengatur jarak, sekurangnya semeteran. Atau, jika tak mau repot, lebih baik memilih tak keluar rumah, andai memang tak ada mendesak. Bahkan jika perlu, mengambil sikap mengisolasi diri.
Para kepala negara saja yang bejibun urusan, pun mengisolasi diri. Mengurusi negara dari ruang sempit. Kantor-kantor pemerintah dan swasta mulai sepi, siswa dan mahasiswa diliburkan. Lalu yang memilukan, kala musibah datang, sejatinya ramai ditunaikan shalat berjamaah. Memohon doa dan ampunan. Justru sebaliknya terjadi, tikar mushallah dan karpet masjid, malah digulung. Rumah-rumah rumah ibadah sepi dan lengang. Lalu pada siapa manusia berharap pertolongan?
Corona yang era 1957 hingga 2001 dikenal sebagai merek mobil produksi Toyota, penuh bangga dikendarai ke mana-mana. Kini sejak akhir 2019, Corona datang mewujud virus mematikan.
Lalu karena daya tularannya sangat cepat, malah menjegat agar tak ke mana-mana. Social distancing menjadi pilihan terbaik. Lockdown, mengunci pintu masuk. Karantina dan isolasi, agar menutupi interaksi dengan pihak lain. Kini tak lagi sekadar pilihan terbaik, tapi telah mewujud pemaksaan.
Benar-benar KLB. Kejadian – yang benar-benar – Luar Biasa. Jika sebelumnya para perokok yang dikarantina, diisolasi karena dinilai penyebar penyakit. Kini justru sebaliknya, orang-orang sehat malah yang dikarantina dan diisolasi agar tak ditebari penyakit. Jika selama ini, banyak kita abai berwudhu, kini kita tidak mau abai mencuci tangan. Jika sebelumnya, kita mengabai perempuan pemakai cadar, kini kita malah ramai memakai masker. Orang ramai berdoa, malah dibubarkan.
Covid 19, si Corona virus itu telah mengubah bahkan memporak-poranda segala-galanya. Aneh, virus tak berwujud itu datang di tengah peradaban manusia, berlomba-lomba memasuki wabah signal telekomunikasi tak berwujud. Era dimana undangan pesta dianggap sah lewat e-massage.
Tidak mesti di antar langsung ke rumah, seperti ditunai sahabat saya. Bahkan, kelak — bisa saja – jabatan tangan dianggap sudah tak sah lagi. Musabab sesama kita, mewujud virus itu sendiri.
Makassar, 19 Maret 2020
Oleh : Armin Mustamin Toputiri