Senin, Juni 16, 2025

Opini : Pemilukada dan Masa Depan Demokrasi Lokal

Terkait

IDEAtimes.id, Opini – Pemilukada pada hakekatnya merupakan sarana kedaulatan rakyat di daerah yang mensyaratkan dilindunginya hak rakyat untuk memilih para pemimpinnya yang dijamin oleh konstitusi.

Pesta demokrasi di tingkat lokal ini, membuka akses seluas luasnya terhadap rakyat untuk berpartisipasi menggunakan hak pilih serta memberi kebebasan untuk menentukan siapa kelak yang dianggap layak mengemban amanah dan mampu memperjuangkan nasib mereka.

Sejak Amandemen ketiga UUD 1945, pada Bab IV tentang Pemerintahan Daerah Pasal 18 Ayat (4). disebutkan bahwa Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah provinsi, kabupaten dan kota dipilih secara demokratis.

Penafsiran narasi “dipilih secara demokratis” dinilai sangat urgen untuk dikaji dan diteliti lebih jauh agar dapat diketahui secara pasti apakah yang dimaksud dengan “dipilih secara demokratis” hakikatnya adalah dipilih secara langsung berdasarkan original intent sebagaimana yang dimaksud dalam UUD 1945, ataukah telah berkembang mengikuti tuntutan dan kebutuhan masyarakat dalam proses transisi demokrasi secara kontekstual.

Jelang Pemilukada serentak pada tanggal 9 Desember 2020 ditengah wabah pandemi covid-19 yang makin mengganas, terdapat 270 daerah diseluruh Indonesia yang akan menyelenggarakan pesta
demokrasi lokal tersebut dan terkhusus di Sulawesi Selatan ada 12 Kabupaten/Kota yang sedang dalam tahapan menuju pemilihan Bupati dan Walikota.

Tantangan terhadap demokrasi lokal tampil dengan berbagai rupa. Salah satunya adalah potensi terjadinya praktik korupsi di kalangan Kepala Daerah
akibat lemahnya pengawasan.

Pemilukada secara serentak menggunakan anggaran yang besar, dapat melahirkan politik uang dengan sumber pendanaan yang tidak jelas dan tidak transparan.

Pinjaman modal yang dikumpulkan dari berbagai sponsor digunakan oleh calonKepala Daerah untuk membiayai operasional mereka dilapangan, sehingga mendorong para politisi maupun pejabat berupaya keras melunasinya dengan berbagai cara.

Khawatirnya demokrasi justru menjelma menjadi rupiahkrasi dimana uang tetap berkuasa dan menjadi segala-galanya.
Politik Identitas Politik elektoral lokal memberi kesempatan yang sama kepada setiap warga negara di daerah menggunakan hak politiknya seluas luasnya.

Meskipun terkadang popularitas dan figur tidak selalu linier dengan elektabilitas. Kecenderunganmasyarakatmemilih calon Kepala Daerah karena kesamaan agama, gender, suku dan kekerabatan menandakan jika politik identitas semakin menguat dalam Pemilukada.

Meski sah secara konstitusional, namun dosisnya harus tepat, sebab dikhawatirkan dapat menciderai masa depan demokrasi lokal itu sendiri.

Dalam budaya lokal orang Bugis Makassar, seorang pemimpin dan rakyatnya bersama sama
memegang teguh prinsip getteng atau sikap taat asas dan konsisten, baik dalam ucapan maupun perbuatan, lempu’ yaitu sikap jujur dalam berbuat atau berbicara terhadap diri dan orang lain untuk menghindari  kesewenang wenangan dan adatongeng yakni berkata benar dan tidak dusta dalam semua keadaan walaupun pahit demi menumbuhkan kepercayaan terhadap sesama.

Ketiganya merupakan kearifan lokal masyarakat Sulawesi Selatan yang telah lama mengkristal dalam nilai-nilai luhur siri’ na pacce sebagai solusi konkrit dalam mewujudkan pemerintahan yang adil dan bersih.

Sirkulasi kepemimpinan di daerah secara periodik, menjadi bukti jika perkembangan demokrasi lokal semakin membaik.

Walaupun tidak terbatas pada prosedural pergantian kepala daerah semata, namun dibutuhkan partisipasi publik untuk aktif mengawasi (controlling) tahapan pemilukada yang sedang berjalan, sehingga dugaan kecurangan seperti black and negative campaign, hoax, money politics, mark up suara di TPS dan lainnya dapat diminimalisir.

Penunggang demokrasi
Kesadaran berdemokrasi menjadi penting untuk ditumbuhkan. Kesulitan dan kegagalan dalammenerapkan demokrasi di tingkat lokal, tidak bisa jadi alasan untuk menundanya, sebagai sistem politik paling ideal di daerah.

Sama halnya jika ada asumsi yang mengatakan bahwa kegagalan menghentikan korupsi dianggap sebagai bukti belum saatnya menerapkan
pemerintahan yang bersih (clean and clear government).

Jelas ini kesesatan berpikir.
Melalui Pemilukada, masyarakat di daerah menaruh harapan besar terhadap Kepala Daerah terpilih.

Tentunya, kandidat Kepala Daerah harus memiliki kualitas kepemimpinan (leadership) serta kapasitas Sumber Daya Manusia (human resource) yang mumpuni.

Kontestan Pemilukada selain memiliki kepekaan sosial yang tinggi, juga harus mempunyai wawasan hukum dan Hak Asasi Manusia, sehingga nantinya kebijakan yang dibuat tidak
kontroversial dan berpihak pada rakyat berdasarkan kebutuhan daerahnya.

Semoga demokrasi lokal yang ideal semakin tumbuh efektif dengan baik. Seperti kata senator Robert LaFollette (1855-1925) dari Wisconsin, demokrasi adalah sebuah kehidupan, yang menuntut perjuangan terus-menerus tanpa lelah. Demokrasi harus dirawat dan dijaga.

Jika para kontestan Pemilukada menghalalkan segala cara untuk meraih suara atau jabatan, maka
sesungguhnya mereka tidak percaya kepada demokrasi yang mengajarkan cara-cara yang lebih beradab.

Mereka adalah penunggang-penunggang demokrasi, yang lebih banyak memikirkan diri sendiri daripada masyarakat. Merekalah para perusak demokrasi.

Oleh: Abdul Aziz Saleh S.H, M.H
Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) Wilayah Sulawesi Selatan

spot_img
Terkini

Sigit Purnomo Sebut Layanan Haji Tahun Pertama Presiden Prabowo Memalukan

IDEAtimes.id, JAKARTA - Anggota Tim Pengawas Haji DPR RI Sigit Purnomo Said mengungkapkan kekecewaan mendalam atas penyelenggaraan ibadah haji...
Terkait
Terkini

Sigit Purnomo Sebut Layanan Haji Tahun Pertama Presiden Prabowo Memalukan

IDEAtimes.id, JAKARTA - Anggota Tim Pengawas Haji DPR RI Sigit Purnomo Said mengungkapkan kekecewaan mendalam atas penyelenggaraan ibadah haji...

Berita Lainnya