Kamis, Maret 13, 2025

Opini : Antara Kesehatan Publik dan Demokrasi

Terkait

IDEAtimes.id, OPINI – Dunia saat ini berada dalam Momentum Kritis Pandemi Covid 19. Pandemi Covid 19 sudah ditetapkan sebagai bencana nasional nonalam yang ditetapkan dalam Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020.Covid 19 tidak hanya berdampak terhadap sector Kesehatan Publik tetapi juga banyak sector lain mulai dari ekonomi, pendidikan, budaya, sosial, politik hingga pemerintahan.

Secara khusus dalam bidang politik, menurut Kennedy dan Suhendarto (2020), pandemic Covid 19 telah mengakibatkan pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020 mengalami penundaan. Pandemi telah memaksa pemerintah memundurkan waktu pemungutan suara Pilkada dari 23 september hingga pemerintah dan penyelenggara pemilu memutuskan pilkada tidak akan ditunda lagi dan akan dilaksanakan 9 Desember 2020 demi menjaga hak konsitusi rakyat yakni hak dipilih dan memilih.

Namun Keputusan untuk tetap menyelenggarakan Pilkada Serentak 2020 di tengah pandemi menimbulkan perdebatan di tengah masyarakat, terutama di kalangan pakar dan akademisi. Keputusan untuk tetap melaksanakan pilkada di bulan Desember 2020 dipandang tidak realistis dan penuh dengan risiko karena jumlah kasus positif COVID-19 di Indonesia terus meningkat secara nasional (Ramadhan 2020).

Hingga hari ink data Covid 19 Indonesia di covid19.go.id http://covid19.go.id tanggal Rabu, (11/11/2020),  menunjukkan angka Positif 448.118, Sembuh 378.982, Meninggal 14.836 sehingga mengingat munculnya sejumlah fakta yang beberapa hari belakangan membuat sejumlah kalangan bereaksi dengan gusar dan menambah kekhawatiran masyarakat.

Karena, tahap pendaftaran peserta ke Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) ternyata diikuti oleh maraknya kerumunan orang. Padahal, mencegah kerumunan orang merupakan satu dari beberapa protokol kesehatan yang harus dijalankan.Sehingga menambah keraguan dan kekhawatiran masyarakat yang merusak Image KPU dalam menjalankan tugasnya.

Penyelengaraan Pilkada Serentak 2020 sangat penting karena merupakan amanat yang tertuang dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 2016 pasal 201 Ayat 6. Adanya pilkada serentak merupakan konsekuensi dari sistem demokrasi yang dianut. Banyaknya masa kepemimpinan kepala daerah akan habis, sementara peran dan posisi kepala daerah sangat dibutuhkan untuk berkolaborasi dengan pemerintah pusat guna mempercepat penanganan Covid 19.

Sebenarnya, proses ini bisa saja diganti dengan pengangkatan Pelaksanaan Jabatan (PJ), tetapi dianggap kurang efektif karena kewenangan yang dimilki oleh PJ sangat terbatas, sehingga akan memperlambat kinerja.

Di satu sisi, penyebaran pandemi COVID-19 juga semakin meningkat dan belum ada tanda-tanda akan mereda. Bahkan semakin lama jumlah pasien positif terpapar COVID-19 cenderung semakin meningkat. Ini yang harus dikalkulasi dan diperhatikan dengan sebaik-baiknya oleh pemerintah dan penyelenggara pemilu. Kebijakan new normal atau adaptasi kebiasaan baru yang digulirkan oleh pemerintah, bukan berarti wabah sudah hilang (selesai).

Tetapi, new normal adalah aktivitas masyarakat dengan adaptasi (penyesuaian) di tengah wabah. Bentuk dari penyesuaian itu di antaranya adalah memakai masker, menggunakan hand sanitizer, rajin mencuci tangan, menjaga jarak aman (physical distancing), menghindari kerumunan, dan lain sebagainya untuk dapat mencegah penyebaran virus.Untuk itu, jangan sampai dengan alasan menegakkan nilai-nilai demokrasi menjadi pertaruhan keselamatan masyarakat.

Rencana  pilkada tidak boleh mengabaikan kesehatan dan keamanan masyarakat, yang jauh lebih penting. Tidak mungkin mempertaruhkan kesehatan dan keselamatan masyarakat atas nama demokrasi. Demokrasi itu sendiri sejatinya adalah untuk kebaikan dan kesejahteraan masyarakat. Demokrasi memiliki makna pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.

Artinya, setiap kebijakan apapun itu adalah untuk kebaikan dan kemaslahatan masyarakat. Pelaksanaan demokrasi itu penting, tetapi kesehatan dan keamanan masyarakat jauh lebih penting. Pemerintah harus mengutamakan Keselamatan Rakyat dari pada pilkada karena pilkada adalah milik rakyat.
Di sisi lain, jika pilkada ditunda kembali, maka resikonya adalah KPU dan penyelenggara pemilu lainnya harus menyusun regulasi, mekanisme, dan persiapan dari awal lagi.

KPU membutuhkan dasar hukum yang pasti dalam bertindak, sehingga membuat proses akan semakin lama. Padahal, kehadiran para kepala daerah baru hasil pemilihan ini sangat dibutuhkan terutama terkait kebijakan dalam menyelesaikan krisis dan membantu masyarakat dari dampak COVID-19. Tidak hanya itu, apabila pilkada kembali ditunda, maka perencanaan anggaran juga harus dimulai dari awal, sehingga anggaran yang diperlukan guna penyelenggaraan Pilkada Serentak semakin bertambah.

Tentu,beban ini menambah daftar permasalahan bagi negara yang tengah berupaya untuk selamat dari resesi. Atas dasar permasalahan tersebut, pemerintah dan penyelenggara pemilu harus berpikir ulang apabila ingin menunda Pilkada.

Kita sekarang berada dalam kondisi dimana kita dipengaruhi oleh 2 faktor yang pertama yaitu tidak ada ukuran mutlak kapan COVID 19 ini berakhir kita tidak tahu kapan pandemic ini berakhir dan hanya menunggu sesuatu ketidakpastian”kita menunda sampai kapan?” sedangkan ada sistem dan Negara yang harus kita lindungi.

Dari berbagai pertimbangan di atas, kita dapat memahami bahwa yang menjadi harapan kita adalah kedua-duanya, baik aspek demokrasi maupun kesehatan masyarakat, sama-sama dapat tercapai dan tidak ada satupun yang dipertaruhkan.

Pesta demokrasi (pilkada) kita harapkan dapat berjalan dengan lancar, tingkat partisipasi masyarakat tetap tinggi, sekaligus masyarakat juga tetap aman dari COVID-19. Untuk itulah dibutuhkan kerjasama antara Pemerintah dan masyarakat.

Pemerintah harus mengatur ketentuan Pilkada Serentak dengan sebaik-baiknya secara terukur dan aplikatif sampai akhir dan masyarakat harus mentaati peraturan secara disiplin. Untuk itulah dibutuhkan manajemen krisis, yakni pengelolaan terhadap krisis sehingga menjadikan krisis sebagai sebuah peluang dan momentum untuk mencapai kemajuan.

1. Pilkada dengan konsep new normal adalah pelaksanaan pilkada dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat, menerapkan 3 M. Setiap aktivitas, proses, dan tahapan pilkada harus sesuai dengan protokol kesehatan, termasuk ketika proses pelaksanaan hak suara di TPS.
Kegiatan kampanye yang sebaiknya diatur secara jelas, tegas, ketat, dan aplikatif agar tidak menyebabkan terjadinya kerumunan dan pengumpulan massa (masyarakat).

2. Kegiatan rapat koordinasi, sosialisasi, dan aktivitas lain yang berkenaan dengan proses penyelenggaraan Pilkada Serentak sebaiknya dilakukan secara daring, kecuali yang benar-benar harus dan membutuhkan pertemuan langsung (tatap muka), itu pun harus diatur sedemikian rupa. Sosialisasi dan kampanye (bagi para kandidat) juga dapat dilaksanakan lewat media sosial dan media massa. Media sosial dapat membantu sosialisasi informasi Pilkada Serentak secara masif, efisien, efektif, dan maksimal di tengah kondisi pandemi seperti sekarang, dimana pergerakan masyarakat sangat terbatas.Sosialisasi daring merupakan solusi dan kunci untuk dapat menyukseskan Pilkada Serentak 2020.

3. Sebaiknya KPU membuat peraturan baru contohnya memperbanyak jumlah TPS sehingga meminimalisir kerumunan.

4. Petugas Pemilu proses screeningnya melakukan Swab Test bukan Rapid Test. Dalam penyelenggaraan pilkada, kita dapat belajar dari negara-negara yang sukses menyelenggarakan pemilu di tengah pandemi.

Terhitung sejak 21 Februari 2020 hingga 7 Mei 2020 terdapat sembilan negara yang telah menyelenggarakan pemilu, diantaranya adalah Singapura, Jerman, Prancis, Mongolia, dan Korea Selatan.

Salah satu negara yang berhasil menyelenggarakan pemilu di tengah pandemi adalah Korea Selatan. Korsel bahkan berhasil mencetak partisipasi pemilu terbaik sejak tahun 1992. Angka partisipasinya mencapai 66% atau meningkat 8,1% dari tahun sebelumnya.

Keberhasilan Korsel dalam melaksanakan pemilu tidak lepas dari tiga faktor utama, yakni sistem pemilu yang baik, penanganan COVID-19 yang cepat dan tepat, serta kepercayaan masyarakat terhadap penyelenggara. Indonesia harus belajar dari pengalaman dari Korea Selatan dan negara-negara lain yang berhasil melaksanakan pemilu di tengah pandemi. Kematangan mekanisme, ketersediaan APD, ketersediaan dan ketercukupan anggaran demi suksesnya penyelenggaraan pemilihan, serta berbagai antisipasi apabila dibutuhkan, harus dipersiapkan dengan matang.

Negara benar-benar harus hadir dalam menjamin kesuksesan pilkada dan keselamatan warga negara dengan harapan proses penyelenggaraan dari awal hingga pemungutan suara dapat berjalan dengan lancar dan sukses, serta masyarakat juga tetap aman dari COVID-19. Jangan sampai Habis Pilkada Terbitlah Klaster Corona.

Oleh : SITI NUR ALIYAH RAHMADANI

Mahasiswa S1 Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat UMI

spot_img
Terkini

Hadiri Bukber KKLR Sulsel, Wakil Wali Kota Aliyah Nikmati Makan Kapurung

IDEAtimes.id, MAKASSAR - Wakil Wali kota Makassar Aliyah Mustika Ilham (AMI) menyempatkan menghadiri buka puasa bersama pengurus BPW Kerukunan...
Terkait
Terkini

Hadiri Bukber KKLR Sulsel, Wakil Wali Kota Aliyah Nikmati Makan Kapurung

IDEAtimes.id, MAKASSAR - Wakil Wali kota Makassar Aliyah Mustika Ilham (AMI) menyempatkan menghadiri buka puasa bersama pengurus BPW Kerukunan...

Berita Lainnya