IDEAtimes.id, HEALTH – Pasangan suami istri yang baru terkadang mempermasalahkan jenis kelamin bayi pertama mereka.
Ada Rasa penasaran, apakah akan melahirkan bayi laki-laki atau perempuan.
Beberapa faktor penentu jenis kelamin bayi mungkin bersumber dari orang tua.
Secara alami mungkin faktor-faktor ini turut andil dalam menentukan bayi Anda membawa kromosom XX (perempuan) atau XY (laki-laki).
Berbagai macam persepsi muncul di masyarakat tentang beberapa hal yang mempengaruhi jenis kelamin bayi, seperti makanan yang sering dikonsumsi, waktu berhubungan seks, waktu ovulasi, atau hal-hal lainnya.
Mungkin suami ingin memiliki bayi laki-laki, tetapi istri menginginkan perempuan.
Sayangnya, belum ada bukti medis kuat yang membuktikan bahwa ada cara pasti yang dapat menentukan jenis kelamin bayi seperti yang kita inginkan.
1. Waktu berhubungan seks
Waktu berhubungan seksual diduga dapat mempengaruhi jenis kelamin bayi. Pembuahan terjadi ketika sel sperma dan sel telur bertemu. Terdapat teori yang mengatakan bahwa sperma yang membawa kromosom Y dapat berenang lebih cepat dan cepat mati sebelum pembuahan terjadi, sedangkan sperma yang membawa kromosom X berenang lebih lambat tetapi lebih kuat. Sehingga berhubungan seksual dalam waktu dekat ovulasi dapat menghasilkan bayi laki-laki, sedangkan berhubungan seksual beberapa hari sebelum ovulasi dapat menghasilkan bayi perempuan.
Namun, teori ini masih diperdebatkan. Sebuah hasil penelitian di terbitkan oleh The New England Journal of Medicine tahun 1995 menemukan tidak ada hubungan antara waktu berhubungan seksual dengan jenis kelamin bayi. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui hubungan ini.
2. Posisi tubuh saat berhubungan
Ada masyarakat yang percaya bahwa posisi saat berhubungan seksual dapat mempengaruhi jenis kelamin bayi. Kepercayaan mengatakan bahwa jika menginginkan bayi laki-laki sebaiknya menggunakan posisi berdiri saat melakukan hubungan seksua dan jika menginginkan bayi perempuan sebaiknya dalam posisi misionaris. Namun, hal ini hanyalah mitos yang belum dapat dibuktikan kebenarannya.
Mitos lain juga berkembang di masyarakat, yaitu membuat vagina dalam suasana asam untuk mendapatkan bayi berjenis kelamin perempuan dan membuat vagina dalam suasana basa untuk mendapatkan bayi berjenis kelamin laki-laki. Dan hal ini juga belum dapat dibuktikan kebenarannya.
3. Makanan yang ibu konsumi
Terdapat penelitian yang menghubungkan antara jumlah kalori yang dimakan dan jenis kelamin bayi, seperti pada penelitian yang diterbitkan oleh Proceedings of the Royal Society tahun 2008. Penelitian ini menemukan bahwa wanita yang mengonsumsi lebih banyak kalori pada satu tahun sebelum konsepsi, terutama yang makan sereal saat sarapan dan makan makanan tinggi kalium, memiliki kemungkinan untuk mendapatkan bayi laki-laki lebih tinggi daripada wanita yang melewatkan sarapan dan mengonsumsi lebih sedikit kalori.
Namun ada penelitian lain yang membantahnya. Pada tahun 2009 pada jurnal yang sama membantah hal itu dan menganggapnya hanya sebuah kebetulan.
Banyak kepercayaan yang berkembang di masyarakat, mengatakan bahwa makanan yang ibu konsumsi dapat mempengaruhi jenis kelamin bayinya. Tetapi lagi-lagi ini hanya mitos yang belum dapat dibuktikan kebenarannya.
4. Riwayat keluarga
Ada juga masyarakat yang berpendapat bahwa jenis kelamin bayi yang akan lahir dengan melihat riwayat keluarganya, seperti jumlah anak laki-laki dan perempuan yang sudah ada dalam keluarga tersebut. Mungkin ada beberapa keluarga dengan kecenderungan genetik seperti ini, tetapi tidak berlaku untuk semua. Namu, lagi itu mitos, belum ada penelitian yang dapat membuktikan hal ini.
5. Tingkat stres
Beberapa peneliti bahwa tingkat stres pasangan suami istri mempengaruhi jenis kelamin bayi. Penelitian ini berasumsi bahwa sperma pembawa kromosom Y rentan terhadap tingkat stres psikologis yang tinggi, sehingga pasangan suami istri yang mengalami stres akan lebih mungkin memiliki bayi perempuan. Namun, hal ini masih belum terbukti kebenarannya.
6. Teknik fertilisasi in vitro (bayi tabung)
Pada tahun 2010 sebuah penelitian dari University of New South Wales di Australia, menduga bahwa jenis kelamin bayi laki-laki atau perempuan mungkin tergantung pada teknik fertilisasi in fitro (bayi tabung) yang digunakan.
Peneliti menemukan bahwa persentase bayi laki-laki menjadi sekitar 49% ketika pasangan memilih untuk injeksi sperma intracytoplasmic, di mana sperma disuntikkan langsung ke dalam telur, dan sel telur yang telah dibuahi dipindahkan ke dalam rahim pada tahap pembelahan, yaitu sekitar dua atau tiga hari setelah sperma disuntikkan.
Pada teknik lain, persentase bayi laki-laki naik menjadi 56%. Hal ini terjadi ketika standar fertilisasi in vitro dilakukan. Sel telur dan sperma dicampur dalam sebuah piring (bukan disuntikkan) dan embrio (sel telur yang sudah dibuahi oleh sperma) dipindahkan ke dalam rahim pada tahap blastokista, yaitu sekitar empat hari setelah sel sperma membuahi sel telur. Alasan yang mendasari hal ini tidak diketahui secara pasti, tetapi kemungkinan berhubungan dengan lamanya waktu embrio dikultur di laboratorium. Bayi laki-laki mungkin lebih kuat, sehingga memungkinkan embrio mampu bertahan lebih lama di luar tubuh.
Apakah ini betul menentukian jenis kelamin bayi ?.
Masih sedikit penelitian yang membuktikan faktor-faktor tersebut secara nyata menentukan jenis kelamin bay.
Beberapa ahli bahkan menganggapnya hanya sebuah kebetulan, tidak ada cara yang pasti dapat dilakukan untuk menentukan jenis kelamin bayi.
Dilansir dari webMD, Steven Ory, seorang ahli endokrinologi reproduksi, mengatakan bahwa tidak ada hal yang benar-benar dapat mempengaruhi pemilihan jenis kelamin bayi. Setiap pasangan suami istri memiliki kemungkinan 50-50 untuk mendapatkan bayi laki-laki atau perempuan.
Bagi para suami istri yang lagi penasaran menantikan jenis kelamin bayi anda. Nikmatilah kejutannya.(*)