IDEAtimes.id, MAKASSAR – Kasus tewasnya Brigadir J di kediaman Irjen Ferdy Sambo beberapa waktu lalu kini naik status dari penyelidikan ke tahap penyidikan.
Status ini naik usai polisi melakukan pra-rekonstruksi tewasnya Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J di rumah singgah Irjen Ferdy Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, Sabtu, (23/7/2022).
Meski demikian, sangat disayangkan dalam upaya polisi mengungkap fakta-fakta di balik kasus ini, masih ada pihak yang berspekulasi soal kejadian ini.
Pasalnya, banyak spekulasi atau opini yang dikonsumsi oleh masyarakat terkait kematian Brigadir J melalui foto-foto yang beredar di sosmed.
Hal ini disampaikan oleh dokter Heber Bombang Sapan, seorang ahli bedah asal Toraja, dalam keterangan pers yang disampaikan pada Minggu (24/7).
Heber mengatakan, foto-foto luka pada jenazah Brigadir J di foto kemudian disebar dengan asumsi bahwa itu akibat kekerasan.
“Adanya kejanggalan soal luka, banyak disampaikan oleh orang-orang yang kurang berkompeten, luka pada jenazah difoto kemudian dibangun asumsi bahwa itu akibat tindak kekerasan yang menyebabkan kematian Brigadir J,” kata Heber mengawali pembicaraannya, Minggu, (24/7).
“Untuk mengetahui penyebab kematian, harus melalui proses otopsi, karena otopsi adalah investigasi medis atas tubuh jenazah secara komprehensif.” lanjutnya.
Menurutnya, pemeriksaan secara otoposi meliputi tubuh bagian luar, seluruh organ dalam dan kemudian dilakukan pemeriksaan seperti hispatologi bahkan biomolekuler untuk memeriksa penyebab kematian.
Lanjut Heber, untuk memeriksa organ-organ dalam maka tentu akan dilakukan pengirisan kulit dan bagian lainnya sehingga akan terjadi luka.
Luka ini, menurutnya lagi, pasti berbeda dengan luka yang terjadi sebelum kematian (luka intravital).
“Untuk membedakan luka yang terjadi sebelum kematian dengan luka yang terjadi setelah kematian (luka post mortem) tersebut maka dilakukan pemeriksaan mikroskopik jaringan yang terluka yang disebut pemeriksaan hispatologi.” terangnya.
“Luka intravital juga termasuk jika luka terjadi sesaat sebelum kematian (perimortem) dapat dibedakan,” sambung dokter yang telah bergelar doktor di bidang bedah tersebut.
Heber pun menjelaskan, tujuan otopsi dan/atau ekshumasi, antara lain: 1) Menentukan causa of death, 2) Menentukan mekanisme kematian, 3) Menentukan jenis luka dan penyebabnya, 4) Menentukan luka intravital dan luka post mortem, 5) Menentukan waktu/lama kematian.
“Hasil otopsi tersebut ditulis dalam bentuk visum et repertum oleh dokter ahli forensik berdasarkan pemeriksaannya dan pengetahuan yang sebaik-baiknya dengan mengingat sumpah jabatan sebagai dokter yang profesional untuk kepentingan Pro Yustitia,” pungkas dokter Heber.