IDEAtimes.id, JAKARTA – Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan hingga saat ini masih menuai pro dan kontra di tengah parah tenaga kesehatan.
Seperti saat ribuan Tenaga Kesehatan (Nakes) menggelar aksi unjuk rasa menolak pembahasan dan pengesahan RUU Kesehatan.
Namun, ada beberapa yang mendukung lahirnya RUU tersebut, salah satunya dari Aliansi Sarjana Kesehatan Masyarakat Bersatu Seluruh Indonesia (SAKSI).
Aliansi Sarjana Kesehatan Masyarakat Bersatu Seluruh Indonesia (SAKSI) adalah organisasi yang terdiri dari sarjana Kesehatan masyarakat dari seluruh perguruan tinggi di Indonesia.
Koordinator nasional SAKSI Ruslan mengatakan, RUU kesehatan merupakan produk inisiasi Badan legislasi (Baleg) DPR yang sejalan dengan upaya mendorong mewujudkan transformasi kesehatan di Indonesia.
“Hasil kajian mendalam yang dilakukan oleh SAKSI, RUU kesehatan ini adalah wujud dari transformasi layanan Kesehatan yang produktif, mandiri dan berkeadilan. Sehingga sangat perlu mendapatkan dukungan dari lapisan masyarakat terutama tenaga kesehatan di Indonesia” Ucap Muh Ruslan, Mahasiswa Universitas Indonesia, Jumat (13/5/23)
Ruslan mengungkapkan, landasan yuridis perlunya mengadakan RUU Kesehatan merupakan amanat UUD 1945 pasal 28 dan 34 bahwa “negara harus hadir menyiapkan fasilitas pelayanan kesehatan yang layak bagi seluruh rakyat Indonesia”.
Sehingga kehadiran RUU Kesehatan ini sebagai bentuk hadirnya negara dalam memberi pelayanan kesehatan yang optimal. RUU kesehatan ini juga merupakan omnibus law yang bertujuan melakukan simplifikasi regulasi yang mendukung pelayanan kesehatan.
“Terdapat beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dari pengesahan RUU Kesehatan diantaranya adalah peningkatan pemenuhan infrastruktur, SDM dan sarana prasarana di seluruh wilayah Indonesia, dan dapat mentransformasikan layanan rujukan dan pembiayaan kesehatan, “ ujar Ruslan.
Lebih lanjut Ruslan menjelaskan bahwa RUU kesehatan adalah langkah strategis dari pemerintah dalam memperluas akses dan peningkatan kualitas layanan kepada masyarakat yang selama ini menjadi problem utama layanan kesehatan di daerah terpencil.
Dalam konteks transformasi kesehatan di Indonesia, tantangan lainnya adalah masih banyak layanan primer yang mengedepankan aspek kuratif, bukan promotif dan preventif.
“Dengan disahkannya RUU kesehatan kedepannya, hal ini akan menjadi peluang mendorong kebijakan negara untuk fokus pada upaya mencegah masyarakat jatuh sakit (promotif dan preventif),” tegas dia.
Ruslan juga mengungkapkan, SAKSI memperhatikan regulasi hari ini masih banyak yang menitikberatkan pada upaya kesehatan perorangan (UKP). Upaya kesehatan masyarakat (UKM) masih sangat sedikit diatur.
“Oleh karenanya, melalui RUU kesehatan ini kita bisa mendorong adanya defenisi operasional yang jelas terkait UKM dan UKP, termasuk funding dana UKM yang hari ini masih minim sehingga perlu dilakukan penegasan alokasi sesuai target dan sasaran program”. pungkasnya. (*)