IDEAtimes.id, MAKASSAR – Anggota DPRD kota Makassar Ismail tuai sorotan setelah terpilih secara aklamasi sebagai Ketua Umum KONI Kota Makassar 2025-2029.
Ismail terpilih melalui Musyawarah Olahraga Kota Luar Biasa (Musorkotlub) yang digelar Minggu, (27/4) lalu di ruang Pola Kantor Balai Kota Makassar.
Dalam proses terpilihnya, Ismail menjadi calon tunggal setelah salah satu calon dinyatakan tidak memenuhi syarat.
Pengamat Bastian Lubis mengatakan, anggota DPRD tidak dapat merangkap jabatan dengan pengelolaan dana APBD atau APBN yang sama.
Pasalnya wakil rakyat digaji dari APBD dan mempunyai tugas pengawas dan legislasi.
“Konstruksi keuangan negara itu, Tidak boleh orang yang sama di biayai dengan dana (APBD) yang sama dengan waktu yang sama begitu.” ungkap Rektor Universitas Patria Arta itu saat dihubungi wartawan, Kamis, (01/5).
“Seseorang penjabat legislatif kan dibayar oleh pemerintah dari APBD, iyakan, Jamnya sama. Misalnya di tahun 2025 dia anggota legislatif, di tahun 2025 dia juga pemimpin lembaga seperti KONI, itu tidak bisa,” tambah dia.
Harusnya Ismail kata Bastian mundur dari salah satu jabatannya tersebut agra tidak terjadi sesuatu yang dapat menimbulkan kerugian keuangan negara.
Mengingat jam kerja anggota DPRD dan KONI Makassar adalah sama dimulai pukul 08:00 hingga 17:00 WITA.
“Misalnya jam kerjanya di KONI seharian, kan ngak bisa seperti itu, Kerugian negara itu,” tuturnya.
“Jadi solusinya yang bersangkutan harus melepas salah satu jabatannya. Tidak boleh 1 orang menjabat dua jabatan, Ya ngak boleh seperti itu, kecuali dia swasta,” tambahnya.
Bastian mencotohkan, seorang pejabat boleh menjabat dua jabatan berbeda jika salah satunya tidak bersumber dari APBD atau APBN.
“Misalnya dia seorang dosen dari kampus swasta, Dia diminta oleh pemerintah untuk jadi tenaga ahli, itu bolehlah,” tegasnya.
“Karena dia dosen dari kampus swasta digaji oleh swasta. Kemudian diminta menjadi staf ahli oleh pemerintah bisa, Karena sumber gajinya dari swasta sebagai dosen dan disisi lain sebagai staf ahli yang dibiayai APBD atau APBN, bolehlah,” sambungnya.
Sehingga, Bastian menegaskan jika Ismail tidak bisa menjabat dua tempat dengan biaya yang sama dari pemerintah.
“Jadi dia tidak bisa menjabat dua tempat yang biaya pemerintah. Itu bukan pemborosan, Tapi itu kerugian keuangan negara,” tandas dia. (*)