IDEAtimes.id, MAKASSAR – Lembaga Study Hukum dan Advokasi Rakyat (LASKAR) Sulawesi Selatan merespons pernyataan Pemerintah kota Makassar melakui Sekretaris Daerah soal dana seragam sekolah gratis.
LASKAR menyebutkan, program seragam sekolah gratis senilai Rp18 miliar yang diklaim pemkot Makassar hasil efisiensi belanja daerah dan sejalan dengan Instruksi Presiden 2025 tidak masuk akal.
Ketua Umum LASKAR Sulsel, Illank Radjab, S.H., menilai narasi tersebut hanyalah justifikasi sepihak tanpa landasan hukum yang kokoh.
“Efisiensi anggaran itu tidak bisa dijadikan alasan tunggal. Harus jelas dari pos mana efisiensi itu diambil, bagaimana mekanisme hukumnya, dan apakah benar sudah disahkan dalam Perda Perubahan APBD. Tanpa itu semua, maka kebijakan ini cacat prosedural,” tegas Illank, Jumat (19/9/2025).
Sekretaris Daerah (Sekda) Makassar Andi Zulkifly menyampaikan, Pemerintah Kota (Pemkot) Makassar telah mengalokasikan anggaran untuk program seragam sekolah gratis bagi peserta didik.
Dana tersebut bersumber dari hasil efisiensi belanja daerah, sesuai amanat berbagai regulasi pemerintah pusat maupun daerah.
Pengalokasian ini, sambung Sekda Zulkifly sejalan dengan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD Tahun Anggaran 2025, yang mengamanatkan penghematan pada sejumlah pos belanja.
“Selain itu, dasar hukum pengalihan anggaran juga diperkuat oleh Surat Edaran (SE) Menteri Dalam Negeri Nomor 900/833/SJ tentang Penyesuaian Pendapatan dan Efisiensi Belanja Daerah dalam APBD Tahun Anggaran 2025, SE Gubernur Sulawesi Selatan Nomor 900.1.3/1606/BKAD tertanggal 24 Februari 2025, serta SE Wali Kota Makassar Nomor 903./71/S.Edar/BPKAD/III/2025,” ungkap Sekda Zulkifly, Kamis (18/9).
Illank menegaskan, Instruksi Presiden maupun Surat Edaran Mendagri bukanlah norma hukum yang bisa menggantikan kewenangan DPRD.
“Kewajiban persetujuan DPRD adalah syarat mutlak. Kalau hanya sekadar diberitahukan ke pimpinan DPRD, itu bukan persetujuan. Dan kalau tetap dipaksakan, maka berpotensi melanggar Permendagri No. 77 Tahun 2020 serta PP No. 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah,” ujarnya.
LASKAR juga menyoroti fakta bahwa tender pengadaan seragam sempat gagal karena kekeliruan spesifikasi.
Hal ini, kata Illank, menunjukkan lemahnya perencanaan dan pengelolaan.
“Bagaimana publik bisa percaya bahwa ini program efisiensi, sementara sejak awal dokumen tendernya keliru? Justru di situ terlihat potensi maladministrasi yang bisa berujung pada pemborosan anggaran,” tandasnya.
Pernyataan Hukum LASKAR
1. Prinsip Transparansi – Pasal 3 ayat (1) PP No. 12 Tahun 2019 mengamanatkan bahwa pengelolaan keuangan daerah harus transparan, akuntabel, dan tertib. Klaim efisiensi tanpa laporan resmi dan terbuka merupakan pelanggaran prinsip transparansi.
2. Kewenangan DPRD – Permendagri No. 77 Tahun 2020 menegaskan, setiap pergeseran atau penambahan kegiatan baru dalam APBD wajib melalui mekanisme perubahan APBD dengan persetujuan DPRD. Tanpa itu, keputusan Pemkot bisa dianggap cacat hukum.
3. Asas Check and Balance
Mengabaikan kewenangan DPRD berarti merusak prinsip checks and balances dalam tata kelola keuangan daerah, membuka peluang penyalahgunaan kekuasaan.
4. Potensi Maladministrasi – Kekeliruan spesifikasi dalam tender adalah bentuk maladministrasi. Bila tetap dipaksakan, dapat masuk ranah dugaan penyalahgunaan wewenang yang bisa ditindaklanjuti aparat pengawas dan penegak hukum.
Illank Radjab pun menegaskan, LASKAR tidak akan diam melihat indikasi penyimpangan tersebut.
“Kami akan terus mengawal dan bila perlu menempuh jalur hukum, baik melalui DPRD, aparat pengawas, kejaksaan maupun KPK. Jangan sampai jargon efisiensi hanya menjadi kamuflase untuk menipu rakyat Makassar,” pungkasnya. (*)