IDEAtimes.id, LUWU TIMUR – Anggota DPRD Luwu Timur Fraksi Golkar Badawi Alwi menyoroti pemprov Sulsel soal utang Rp60 Miliar.
Utang tersebut atas bagi hasil pajak permukaan air atau water levy tahun 2022.
Badawi mengatakan, mekanisme pembayaran water levy atau bagi hasil pajak itu per-triwulan di mana 20 persen untuk provinsi dan 80 persen untuk Luwu Timur.
“Yang pertama saya mau jelaskan adalah mekanisme pembayaran pajak water levy itu per-triwulan di mana 20 persen untuk provinsi dan 80 persen untuk Luwu Timur.” ungkap Badawi kepada ideatimes, Minggu, (18/9).
“Mestinya pada saat wajib pajak, sudah membayar, harus mentransfer langsung berdasarkan pembagian. Tapi ini kok ditahan, tahun lalu juga dua triwulan menyebrang ke tahun 2022 yang mestinya dibayarkan tahun 2021.” jelasnya.
Bahkan dia menjelaskan jika pembayaran tahun 2021 untuk pembayaran triwulan 3 dan 4 itu menggunakan SK tahun 2021.
“Tapi kok dibayar tahun 2022, ini kan kacau pengelolaan keuangannya.” tegasnya.
“Kita lihat era pak Amin syam satu periode, era pak SYL dua periode tidak pernah begini, triwulan 1 dan 2 dibayarkan di awal.” tutupnya.
Sementara itu, Pemprov Sulsel melalui Kabid Humas Diskominfo Sultan Rakib mengatakan, persoalan tersebut belum masuk kategori utang.
“Water Levy untuk tahun 2022 itu belum masuk kategori utang karena belum berakhir tahun 2022. Ini tahun kan masih berjalan, Kecuali sudah menyeberang tahun, masuk di laporan keuangan dan diaudit sm BPK baru bisa dinyatakan utang,” jelas Sultan.
Atas hal ini, lanjut Sultan, bahwa pihak pemprov dalam hal ini Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Sulsel sementara memproses administrasi untuk keperluan pembayaran tersebut.
“Ini soal waktu saja ya, Intinya setiap tahun memang pemprov selalu kurang salur bagi hasil, namun diakhir tahun dan diawal tahun berikutnya pemprov selulu melunasi,” ujar Sultan.
Sekadar diketahui, Water levy ini merupakan terkait dengan pemanfaatan air melalui ketiga Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA). Tiga PLTA PT Vale yaitu Larona, Balambano dan Karebbe.
Dan berdasarkan aturan pertambangan Diatur di UU 28 thn 2009 maka yang berhak menarik pajak air permukaan hanya pemerintah provinsi.
Untuk kemudian dibagi hasil ke kabupaten kota yang menjadi objek penambangan. (*)