IDEAtimes.id, MAKASSAR – DPRD kota Makassar ternyata menggelar rapat paripurna saat aksi unjuk rasa berujung pembakaran terjadi.
Rapat paripurna tersebut dengan agenda penjelasan Wali Kota Makassar Terhadap Ranperda Tentang Perubahan APBD Tahun Anggaran 2025.
Rapat Paripurna ini berlangsung di gedung DPRD kota Makassar pada jumat, (29/8) malam pukul 19.00.
Saat paripurna sedang berlangsung, ratusan massa tiba-tiba mengepung kantor DPRD kota Makassar.
Massa tersebut kemudian berusaha untuk masuk ke dalam dengan menjebol pagar.
Berhasil menjebol, massa kemudian membakar kendaraan serta gedung DPRD kota Makassar.
Kebakaran dahsyat tak terhindarkan, peserta paripurna kemudian dievakuasi.
KNPI Sebut Rapat Paripurna DPRD kota Makassar Dipaksakan
Ketua KNPI Kota Makassar, Syamsul Bahri Majjaga, mengecam keras kejadian tersebut dan menegaskan bahwa Wali Kota Makassar serta Ketua DPRD Harus harus bertanggung jawab penuh.
“Ini bukan sekadar insiden massa. Ini adalah tragedi yang lahir dari kelalaian pemimpin daerah. Tiga orang meregang nyawa karena lemahnya koordinasi dan sikap arogan elit yang memaksakan rapat paripurna di tengah kondisi kota yang sudah memanas,” tegas Syamsul, Sabtu, (30/8).
Rapat Paripurna yang Dipaksakan Jadi Pemicu
KNPI menilai bahwa keputusan Wali Kota dan DPRD menggelar rapat paripurna di malam hari, saat eskalasi massa meningkat, adalah kesalahan fatal.
Alih-alih menenangkan suasana, langkah itu justru memicu kemarahan rakyat hingga terjadi ledakan emosi di jalanan.
“Rakyat di luar gedung sudah gelisah. Tapi rapat tetap dipaksakan, seakan suara rakyat tidak ada nilainya. Akibatnya, kantor DPRD terbakar, korban jiwa berjatuhan, dan Makassar berduka,” ucap Syamsul dengan nada keras.
Penjelasan Sekertaris DPRD
Plt Sekretaris DPRD kota Makassar Rahmat Mappatoba meluruskan kabar soal rapat paripurna yang digelar terkesan dipaksakan.
Kepada ideatimes, Rahmat mengatakan bahwa saat rapat paripurna berlangsung, semua dalam keadaan baik-baik saja.
“Kita Tidak tahu sama sekali (ada demo) karena kita mulai paripurna aman-aman saja, lalu lintas kayak biasanya ji.” ungkap Rahmat, Sabtu, (30/8).
Kata Rahmat, tidak ada informasi yang masuk ke DPRD soal akan adanya demo dari mahasiswa atau masyarakat.
“Tidak ada (info) juga bilang ada demo besar-besaran. Kita tau ada demo tapi kita anggap mungkin jam 17.00 selesai mi karena sesuai aturan kan begitu ji.” jelasnya.
“Jadi kita tidak tahu sama sekali itu bilang mau datang ke (DPRD) jadi tetap lanjut paripurna. Nah nanti pada saat pak Wali menyampaikan pandangannya, barula ada security naik sampaikan bahwa ada demo.” tegasnya.
Namun Rahmat mengaku jika saat itu DPRD siap menerima aspirasi pendemo apabila meminta untuk hearing.
“Tapi kita kira itu mau sampaikan aspirasi jadi kita tanya kalau mau ketemu pimpinan kami siap. Ternyata merusak. Inikan bukan demo mi namanya.” bebernya.
Rahmat juga mengaku DPRD tidak mendapat info apapun sekaitan demonstrasi yang berlangsung.
“Jadi saya tegaskan lagi memang kita tidak ada prediksi soal mau demo begitu, kita tidak dapat info juga soal (demo).” terangnya. (*)