IDEAtimes.id, MAKASSAR – Koalisi Bantuan Hukum Rakyat (KOBAR) Makassar mengutuk aparat kepolisian yang melakukan penangkapan terhadap pendemo UU Cipta Kerja.
Hal ini disampaikan KOBAR melalui siaran pers yang diterima redaksi ideatimes.id , Minggu, (11/10/2020).
Berikut siaran pers KOBAR MAKASSAR
Koalisi Bantuan Hukum Rakyat (KOBAR) Makassar melakukan pemantauan dan menerima pengaduan terhadap aksi demonstrasi menolak UU Cipta Kerja di sejumlah titik aksi di Makassar pada 8 Oktober 2020. Koalisi menerima aduan dari pihak keluarga, kerabat dan rekan mereka yang mengaku hilang dan ditangkap oleh polisi dan tidak diketahui keberadannya Pertanggal 09 September 2020 Pukul, 23.00 Wita terdapat Total sebanyak 161 orang, diantaranya 106 mahasiswa , 30 orang pekerja/buruh, 25 orang pelajar/anak dibawah umur. Sedangkan dari data yang didapatkan dari pihak Polrestabes Makassar setidaknya terdapat 250 orang yang ditangkap 77 diantaranya pelajar/usia anak.
Dalam pemantauan koalisi terhadap aksi demosntrasi serta pengaduan yang masuk, Polisi melakukan tindakan menyisir dan menangkap secara membabi-buta disertai dengan kekerasan memukul, menendang saat ditangkap dan diangkut oleh polisi tak terkecuali anak di bawah umur yang berstatus sebagai pelajar. Beberapa orang diantaranya sama sekali tidak terlibat dalam aksi demonstrasi.
Sejak pukul 22.20 Tanggal 8 September 2020 Koalisi mendatangi Kantor Polrestabes Makassar untuk mencari informasi massa aksi dan warga yang dikabarkan hilang, serta berupaya memberikan akses bantuan hukum kepada mereka yang ditangkap namun ditolak dengan alasan perintah pimpinan.
Bahkan mengajukan surat permintaan untuk membuka akses bantuan hukum, hingga Pukul 23.53 Koalisi ditemui AKP Supriadi Anwar untuk merespon surat permohonan akses bantuan hukum, namun tetap dilarang menemui peserta aksi yang ditangkap dengan alasan hanya boleh didampingi setelah 1×24 jam karena masih dilakukan pendataan.
Koalisi baru mendapatkan akses menemui mereka yang ditangkap pada Tanggal 9 September 2020 pukul 15.51 WITA dan saat itu mereka yang ditangkap dalam keadan luka-luka, lebam di wajah, mata, dan badan. Mengaku mendapatkan kekerasan saat penangkapan. Beberapa anak mengalami luka pukulan seperti dibagian wajah, pergelangan dan kaki. Anak mengaku bahwa sebelum ditangkap mereka tidak melakukan apa-apa, bahkan hanya duduk-duduk saja lalu tiba pihak kepolisian datang menangkap dan meninju tepat di bagian mata dan menangkap.
Beberapa anak dijemput orang tuanya dan keluarganya dilepaskan setelah membuat surat pernyataan bermaterai yang diserahkan kepada Pihak Kepolisian, dengan menyatakan tidak akan mengulangi perbuatan dan memastikan anak keluar dalam keadaan sehat.
Hingga pukul 23.59 WITA Tanggal 9 September 2020 mereka yang ditangkap selain Anak belum dilepaskan dan telah menjalani penangkapan lebih dari 1 x 24 Jam. Mereka baru dilepas secara bertahap sekitar 01.30 wita Tanggal 10 September 2020, dari informasi yang diperoleh Tim Koalisi, sebanyak 30 orang dibawa ke RS Bhayangkara untuk menjalani Swab Test.
Hingga Siaran Pers ini diterbitkan informasi yang diperoleh sebanyak 6 orang telah ditetapkan tersangka 1 diantaranya Seorang Perempuan. Namun Tim Koalisi tetap tidak diberikan akses untuk bertemu dengan mereka.
Atas peristiwa tersebut Koalisi Bantuan Hukum Rakyat Makassar menyatakan:
Pertama, dalam penanganan aksi demonstrasi menolak Omnibus Law di Makassar kepolisan telah melanggar kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum yang dijamin oleh UUD 1945, UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.
Pihak kepolisan juga melanggar berbagai peraturan internal lembaganya sendiri diantaranya: Peraturan Kapolri (Perkap) No. 9 tahun 2008 tentang Tata Cara Penyelengaraan Pelayanan, Pengamanan, Perkara Penyampaian Pendapat di Muka Umum, Perkap No. 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian, Perkap No. 8 tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip-Prinsip HAM serta Protap Kapolri nomor 1 Tahun 2010 tentang Penangulangan Anarki.
Dalam pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum oleh warga negara, Polri berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memastikan perlindungan hak asasi manusia, menghargai asas legalitas,menghargai prinsip praduga tidak bersalah, dan menyelenggarakan pengamanan, sebagaimana diatur dalam Perkap No. 9 Tahun 2008 Pasal 13.
Aparat kepolisian dalam menangani perkara penyampaian pendapat di muka umum harus selalu memperhatikan tindakan proporsional dan dapat membedakan antara pelaku yang anarkis dan peserta penyampaian pendapat di muka umum lainnya yang tidak terlibat pelanggaran hukum sebagaimana diatur dalam Perkap No. 9 Tahun 2008 Pasal 23 ayat 1. Olehnya itu terduga pelaku pelanggaran yang ditangkap harus diperlakukan secara manusiawi dan tidak boleh mengalami kekerasan, diseret, dipukul, diinjak, dilecehkan dan sebagainya.
Kedua, Tindakan yang dilakukan Kepolisian Polretabes Makassar tidak memberikan akses bantuan hukum bagi yang ditangkap, jelas bertentangan dengan KUHAP, melanggar UU 18/2003 tentang Advokat dan UU 16/2011 tentang Bantuan Hukum, UU 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan UU 12/2005 tentang Ratifikasi Kovenan Hak Sipil Politik. Penghalang-halangan akses bantuan hukum ini diduga kuat, karena mereka yang ditangkap mengalami kekerasan atau penyiksaan saat proses penangkapan maupun di Kantor Polrestabes Makassar.
Ketiga, Kepolisian Polretabes Makassar melakukan kekerasan dan mengabaikan hak-hak anak yang ditangkap. Tindakan kepolisian tersebut telah melanggar ketentuan penangkapan terhadap anak yang diatur dalam Pasal 30, UU Nomor 11 tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
Dimana Penangkapan terhadap Anak dilakukan guna kepentingan penyidikan paling lama 24 jam, ditempatkan dalam ruang khusus anak atau LPKS, serta wajib dilakukan secara manusiawi dengan memperhatikan kebutuhan sesuai dengan umurnya.
Selanjutnya dalam Pasal 40 Ayat (1), polisi diwajibkan memberitahukan kepada Anak dan orang tua/Wali mengenai hak memperoleh bantuan hukum. Di ayat (2) dalam hal pejabat tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud maka penangkapan terhadap Anak batal demi hukum.
Kepolisian juga bertanggungjawab atas kekerasan fisik terhadap sejumlah anak yang diduga dilakukan oleh anggotanya. Kekerasan fisik terhadap anak melanggar hak anak atas perlindungan dan rasa aman, serta merupakan tindak pidana yang melanggar Pasal 80 dalam Undang-undang Perlindungan Anak.
Keempat, Penangkapan yang melebihi waktu 1×24 Jam jelas merupakan perbuatan melawan hukum, sewenang-wenang dan melanggar hak asasi manusia dan dengan tegas telah melanggar ketentuan yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
Untuk itu Koalisi Bantuan Hukum Rakyat Makassar menuntut:
Komnas HAM RI untuk melakukan penyelidikan secara menyeluruh terhadap tindak kekerasan aparat kepolisian kepada massa aksi Kompolnas untuk memerintahkan Kapolri melakukan evaluasi dan meminta pertanggungjawaban kepada Polda sulsel Karna telah gagal mencegah tindak kekerasan aparat Polda sulsel. Kompolnas harus melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap penindakan kepada oknum aparat kepolisian yang melakukan tindak kekerasan kepada mahasiswa dan jurnalis di Makassar.
Kapolri untuk mengevaluasi Kapolda Sulawesi Selatan dan Kapolretabes Makassar yang bertanggung jawab penuh atas tindakan oknum aparat kepolisian yang melakukan segala bentuk tindak kekerasan kepada massa aksi dan warga.
Kapolda Sulawesi Selatan dan Kapolretabes Makassar untuk bertanggungjawab dan menindak tegas dengan melakukan proses hukum secara etik, disiplin dan pidana anggota kepolisian jajarannya yang melakukan kekerasan segala tahapan tindakan tegas Polda Sulsel itu prosesnya harus dilakukan secara terbuka/transparan kepada masyarakat.
Kapolda Sulawesi Selatan dan Kapolretabes Makassar meminta maaf dan bertanggungjawab kepada korban kekerasan oleh aparat kepolisian dengan menanggung segala biaya perawatan medis korban, serta segera membuka akses bantuan hukum terhadap 6 mahasiswa yang ditetapkan tersangka.
Makassar, 10 Oktober 2020
KOALISI BANTUAN HUKUM RAKYAT MAKASSAR
PBH PERADI MAKASSAR | PBHI SULSEL | YLBHI LBH MAKASSAR | YLBHM | LBH PERS MAKASSAR |LBH APIK MAKASSAR |PERMAHI | LKBH UNSA | PPHAR | LBH AKS
Narahubung :
Tri Sasro (PBH PERADI MAKASSAR – 085269964796)
PBHI Sulsel – 085343736534
Abdul Azis Dumpa ( YLBHI LBH Makassar – 082217485826)
Ahmad Yuskirman Sah (YLBHM – 082189407234)
Imron Ambo (LBH AKS – 082291939586)
Nur Akifah (LBH Apik Mksr – 081253977661)
Firmansyah (LBH Pers Makassar – 085346999928)
Maemanah (LKBH UNSA – 085242084319)
Tenri (PPHAR – 082257777712)
Amiruddin (YBH2I – 085776364441