IDEAtimes.id, MAKASSAR – Kasus penggerebekan Sekretariat Batalyon 120 yang berhasil mengamankan 48 pemuda dan ratusan senjata tajam (Sajam) menjadi sorotan publik.
Pasalnya, penggerebekan yang terjadi Minggu, (11/9) lalu itu telah mengorbankan seorang polisi berpangkat Iptu.
Iptu Faizal diduga dicopot dari jabatannya sebagai Kanit Reskrim Polsek Tallo lantaran mempertahankan 48 pemuda itu agar tetap ditahan.
Karena, belum cukup 24 jam, para pemuda tersebut kemudian dibebaskan oleh kepolisian dengan dalih anak binaan Batalyon 120.
Namun kabar pencopotan Iptu Faizal sebagai Kanit Reskrim Polsek Tallo dibantah oleh Kapolrestabes Makassar Kombes Pol Budhi Haryanto.
“Kanit tersebut sudah beberapa kali melakukan hal-hal yang tidak pantas dalam hal penanganan perkara,” kata Kombes Budi dalam keterangannya, Senin (12/9/) lalu.
Batalyon 120 sendiri merupakan organisasi kemasyarakatan yang menghimpun para mantan narapidana dan pelaku kriminal.
Organisasi ini adalah bentukan Wali Kota Makassar Moh. Ramdhan Pomanto dan Kapolrestabes Makassar Kombes Pol Bhudi Haryanto.
Menanggapi kehadiran Batalyon 120, Direktur Eksekutif Lembaga Konsuotasi dan Bantuan Hukum Mahasiswa Islam (LKBHMI) Syamsumarlin pun angkat bicara.
Menurutnya, kehadiran Batalyon 120 dapat menjadi boomerang terhadap pemeliharaan situasu keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas).
“Keberadaan dari Batalyon 120 ini menjadi momok menakutkan di Makassar.” ungkap Syamsumarlin, Kamis, (15/9).
Aktivis jebolan UMI ini mempertanyakan keberadaan berbagai jenis senjata tajam dan botol minuman keras di markas ormas binaan Kapolrestabes dan Wali Kota itu.
Menurutnya, peralatan tersebut selama ini sering digunakan oleh pelaku pencurian dengan kekerasan (begal), kejahatan jalanan, maupun perang antar kelompok di Kota Makassar.
Keberadaan mereka yang selama ini banyak merugikan masyarakat dan harus menjadi atensi khusus Polri.
“Barang-barang yang ditemukan itu ialah masuk tindak pidana atas penguasaan benda-benda itu telah diatur dalam Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951,” ucapnya.
Dirinya juga menyoroti sikap arogan Kapolrestabes Makassar Kombes Pol Budi Haryanto yang dinilai tidak profesional atas pencopotan Iptu Faizal sebagai Kanit Reskrim Polsek Tallo Makassar buntut peristiwa penggerebekan tersebut.
Mestinya Polri, kata dia, harus tetap berada di poros terdepan melayani pengaduan masyarakat, mencegah potensi kejahatan dan menegakkan hukum secara profesional.
“Kasus ini mesti diusut dan mendapat atensi Kapolri dan Kapolda Sulsel dalam rangka menjaga marwah dan trust publik terhadap institusi Polri,” tegasnya.
Sangatlah disayangkan apabila upaya berbagai pihak selama ini, khususnya Polri dalam memelihara kamtibmas, akan terciderai dengan keberadaan kelompok-kelompok yang berpotensi merusak kondusifitas Kota Makassar.
Apalagi kalau Walikota Makassar dan Kapolrestabes ada di belakangnya.
Atas fakta penggerebekan tersebut oleh Tim Thunder Samapta Polda Sulsel, Bakornas LKBHMI juga menyayangkan sikap Wali Kota Danny dan Kapolrestabes Makassar yang menginisiasi dan mendukung pembentukan Batalyon 120 tersebut.
Namun mengabaikan pola pengawasan dan pembinaan khusus, apalagi diketahui anggota ormas ini malah kebanyakan masih berusia anak.
“Sebaiknya, pembinaan terhadap mereka diambil alih oleh Pemerintah dengan membentuk tim terpadu agar tujuan dan arah pembinaannya jelas dan terukur,” katanya.
Sementara itu, Ketua PBHI Sulawesi Selatan Rahmat Sukarno menegaskan tidak undang – undang (UU) yang mengatur ormas menyimpan atau menyita senjata tajam.
Dalam Konstitusi yakni UUD 1945 Pasal 28E ayat (3) yang jelas menyatakan “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat”.
“Terkait pembentukan organisasi, tidak ada UU yang melarang itu. Negara sudah mengatur.” ungkap Rahmat Sukarno saat ditemui di warkop bilangan Boulevard, Rabu, (14/9).
Rahmat mengatakan, beberapa hari ini ramai di media soal Batalyon 120. Menurutnya kehadiran organisasi itu harus diapresiasi.
“Soal Batalyon 120 bentukan Wali Kota dan Kapolrestabes tentu harus diapresiasi karena kehadirannya bisa membantu menekan angka kriminal, kita dukung itu.” jelas dia.
Tapi disisi lain, lanjut dia, kewenangan ormas dalam hal menyita atau mengumpul barang seperti anak panah busur, senjata tajam, senjata rakitan itu tidak ada UU yang mengatur.
“Soal sita menyita atau mengumpul barang seperti itu tidak benar dan tidak diperbolehkan, lagi-lagi saya bilang tidak ada UU-nya, ini saya katakan karena kita negara hukum, jadi itu kewenangan polisi bukan ormas.” tegasnya.
Menyoal langkah Iptu Faizal eks Kanit Res Polsek Tallo, Rahmat membenarkan hal tersebut dengan alasan menjalankan tugas.
Menurutnya, Iptu Faizal bergerak berdasarkan aduan atau laporan masyarakat yang masuk ke wilayah kerjanya.
Jika tak bergerak, tutur Rahmat, maka Iptu Faizal akan melanggar undang-undang dan itu fatal buat dirinya secara institusi.
“Itu sudah tepat (Iptu Faizal) artinya dia menjalankan tugas dengan menyita sajam, itu juga mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan, jangan sampai ada menyalahgunakan kita tidak tau.” cetusnya.
“Jangan sampai orang yang ada di lokasi penggerebekan ternyata memang mau melakukan kejahatan kan kita tidak tau makanya saya bilang sudah benar langkah dia.” tegasnya lagi.
Rahmat pun menanggapi soal pencopotan jabatan Iptu Faizal yang dinilai tidak tepat dilakukan disaat ramai pemberitaan soal Batalyon 120.
“Terkait pemberhentian Iptu Faizal sebagai Kanit, saya menilai langkah yang diambil Kapolrestabes tidak tepat dengan alibi mutasi atau pemberhentian atau pun alasan penyegeran institusi.
Okelah kita sepakat soal institusi polri mempunyai kewajiban melalukan itu tapi kan kenapa harus di hari itu juga.” imbuhnya.
Menutup pernyataanya, Rahmat mengatakan jika semua masyarakat berhak membentuk atau bergabung di organisasi karena telah dijamin oleh negara.
“Namun perlu juga dipahami batas-batas kerja organisasi itu ada, seperti misalnya soal penyitaan atau mengumpul sajam itu tidak bisa dilakukan itu bukan tugasnya.” tuturnya.
Perlu diketahui, ratusan senjata tajam seperti 164 buah anak panah busur, 4 buah samurai, satu senjata rakitan jenis papporo, 3 buah katapel, 38 botol minuman keras kosong dan 20 unit sepeda motor ditemukan petugas saat melakukan penggerebekan di markas Batalyon 120 tersebut. (*)