IDEAtimes.id, MAKASSAR – Pemerintahan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Makassar Munafri Arifuddin – Aliyah Mustika Ilham dianggap gagal menangani permasalahan sampah di kota Makassar.
Meski baru berjalan 100 hari kerja, seharusnya pasangan bertagline MULIA itu bisa membuat terobosan cepat terkait persoalan sampah.
Hal itu disampaikan Pelaksana Tugas (Plt) Ketua DPD II KNPI Kota Makassar Syamsul Bahri Majjaga, Selasa, (03/6).
Sul sapaannya menilai, Wali Kota Makassar gagal menjawab persoalan mendasar terkait pengelolaan sampah dalam 100 hari pertama masa kepemimpinannya.
Menurutnya, tiga persoalan utama belum tersentuh secara serius, bahkan menunjukkan tanda-tanda memburuk.
“Tantangan warga Makassar terkait sampah hari ini bukan hanya pada iuran yang tidak sesuai dengan janji politik, tetapi lebih luas dan sistemik.” ungkap Sul.
“Tiga hal paling mendasar yakni armada pengangkut yang masih kurang, manajemen pengolahan sampah yang tidak tertata, serta nihilnya upaya pengurangan volume sampah di TPA Tamangapa, tidak mendapatkan perhatian yang layak dalam 100 hari kerja Wali Kota,” ujarnya.
Menurut Syamsul, hingga saat ini banyak wilayah di kota Makassar masih mengeluhkan keterlambatan pengangkutan sampah.
Minimnya armada membuat tumpukan sampah kerap ditemukan di area permukiman, pasar, dan ruas-ruas jalan utama.
Selain itu, sistem pengelolaan sampah juga dinilai tidak terkoordinasi.
Bahkan, tidak ada proses pemilahan, sistem daur ulang masih minim, dan tidak ada program terintegrasi yang melibatkan warga dalam upaya pengelolaan mandiri.
Yang lebih krusial, kata Syamsul, adalah tidak adanya langkah strategis dalam menekan beban TPA Tamangapa, Antang.
Volume sampah di lokasi tersebut terus bertambah setiap harinya tanpa program pengurangan maupun pemrosesan lanjutan yang memadai.
“TPA Tamangapa makin mengkhawatirkan. Tidak ada tanda-tanda upaya konkret untuk mengurangi tumpukan di sana. Padahal itu sangat berdampak terhadap kualitas lingkungan dan kesehatan warga,” kata Syamsul.
KNPI juga menyoroti ketidaksesuaian antara iuran sampah yang ditarik dari warga dengan kualitas layanan yang diberikan.
Menurut Syamsul, hal tersebut menunjukkan ketidaksinkronan antara kebijakan anggaran dan implementasi pelayanan publik.
Menanggapi kondisi ini, KNPI Kota Makassar mendesak Pemerintah Kota untuk segera mengevaluasi total sistem pengelolaan sampah.
Evaluasi tersebut, menurut mereka, harus disertai dengan keterlibatan aktif masyarakat, peningkatan transparansi, dan pembenahan menyeluruh pada sektor lingkungan.
“Kami ingin Makassar yang bersih, sehat, dan manusiawi. Itu tidak akan tercapai tanpa komitmen serius dari pemimpin kota,” tutur dia.
“Jangan sampai memang iuran sampah gratis yang digembar gemborkan saat kampanye menjadi mimpi saja, karena terbukti cuma dua kategori yang nikmati, beda yang disampaikan saat kampanye.” tandasnya.
Sementara itu, Pemerintah Kota Makassar baru saja mengeluarkan kebijakan iuran sampha gratis bagi warga tidak mampu atau miskin.
Program ini menyasar khusus warga yang menggunakan sambungan listrik rumah tangga berdaya 450 hingga 900 VA yang masuk dalam kategori miskin.
Meski demikian, progrma itu hanya menyasar dua kategori atau tidak dapat dinikmati semua masyarakat kota Makassar.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Makassar, Ferdy Mochtar, menyampaikan bahwa kebijakan ini didasarkan pada data terverifikasi yang mengacu pada indikator kemiskinan.
“Data penerima subsidi mengacu pada ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar, seperti pangan dan sandang,” ujar Ferdy, Rabu (21/5) lalu.
Ia menjelaskan, dasar hukum kebijakan ini merujuk pada Perda Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak dan Retribusi Daerah, khususnya Pasal 80 yang mengatur tentang penyelenggaraan pelayanan kebersihan oleh pemerintah daerah dan/atau Badan Layanan Umum Daerah (BLUD).
Pelayanan tersebut meliputi pengumpulan sampah dari sumbernya ke Tempat Penampungan Sementara (TPS), pengangkutan ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA), serta pengolahan atau pemusnahan akhir sampah.
“Kebijakan ini merupakan bagian dari visi Jalan Pengabdian MULIA yang mengutamakan masyarakat miskin atau tidak mampu, salah satunya melalui pembebasan iuran sampah,” jelas Ferdy.
Penjabaran teknis dari kebijakan ini dituangkan dalam Peraturan Wali Kota (Perwali) yang mengatur peninjauan tarif retribusi pelayanan kebersihan, saat ini tengah dalam proses harmonisasi di Biro Hukum Provinsi Sulawesi Selatan.
Penyesuaian tarif dilakukan mengacu pada Permendagri Nomor 7 Tahun 2021, yang mengatur tata cara perhitungan tarif retribusi berdasarkan klasifikasi rumah tangga, bisnis, dan industri.
Pemerintah memperhitungkan kondisi kelayakan rumah dan tingkat penghasilan warga.
“Kriteria utama penerima manfaat adalah pelanggan listrik dengan daya R1/450 VA dan R1/900 VA, yang termasuk kelompok miskin,” katanya.
Sebagai contoh, pelanggan listrik R1M/900 VA yang sebelumnya membayar iuran antara Rp16.000 hingga Rp24.000 per bulan, kini hanya dikenakan tarif tetap Rp15.000.
Jumlah pelanggan dalam kelompok ini mencapai 193.253, menjadikannya kelompok terbesar di Kota Makassar.
Sementara pelanggan dengan daya R1/1300 VA yang sebelumnya membayar hingga Rp24.000 atau lebih, kini hanya dikenakan tarif Rp20.000.
Jumlahnya pun cukup besar, yakni 118.531 pelanggan.
Selain pembebasan dan penurunan tarif, Pemkot Makassar juga akan meningkatkan pelayanan persampahan dengan menambah armada pengangkut, baik roda tiga maupun truk.
Hal ini ditujukan untuk memastikan cakupan pelayanan kebersihan merata dan meminimalkan tumpukan sampah.
“Dengan kebijakan ini, diharapkan seluruh lapisan masyarakat mendapat manfaat dan pelayanan kebersihan yang lebih optimal, serta mendukung upaya pemerintah menciptakan lingkungan kota yang bersih dan sehat,” harapnya.
Tarif Retribusi 2025, perdasarkan daya listik:
– R1/450 VA perbulan Rp0
– R1/900 VA perbulan Rp0
– R1M/900 VA perbulan Rp15.000
– R1/1300 VA perbulan Rp20.000
– R1/2200 VA perbulan Rp30.000
– R1/3500 VA – 5500 VA perbulan Rp50.000
– R1/6600 VA keatas perbulan Rp135000.
Sedangkan, Tarif Retribusi Perwali No.56/2015 (berdasarkan zonasi).
– R1/450 VA perbulan Rp16.000
– R1/900 VA perbulan Rp16.000
– R1M/900 VA perbulan Rp16.000 sampai dengan Rp24.000
– R1/1300 VA perbulan Rp16.000 sampai dengan Rp24.000
– R1/2200 VA perbulan Rp32.000 sampai dengan Rp48.000
– R1/3500 VA – 5500 VA perbulan Rp32.000 sampai dengan Rp48.000
– R1/6600 VA keatas perbulan Rp48.000 sampai dengan 64.000. (*)