IDEAtimes.id, JAKARTA – Calon Wakil Wali Kota Palopo Akhmad Syarifuddin berhasil meraih suara terbanyak pada Pemilihan Wali Kota (Pilwalkot) Palopo Tahun 2024 bersama dengan Calon Wali Kota Palopo Trisal Tahir sebagai Pasangan Calon (Paslon) Nomor Urut 4.
Namun, kemenangannya terganjal setelah Paslon Nomor Urut 2 Farid Kasim-Nurhaenih mengajukan permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Wali Kota Palopo ke Mahkamah Konstitusi (MK) hingga akhirnya keluar putusan bahwa Trisal Tahir didiskualifikasi karena dinyatakan tidak memenuhi syarat calon berupa ijazah pendidikan menengah atas.
Mahkamah pun memerintahkan pemungutan suara ulang (PSU) Pilwalkot Palopo dengan memberi kesempatan partai politik atau gabungan partai politik yang sebelumnya mengusung Paslon Nomor Urut 4 untuk mengajukan atau mendaftarkan paslon yang baru tanpa mengikutsertakan lagi Trisal Tahir.
PSU itu kemudian diikuti Naili-Akhmad Syarifuddin sebagai Paslon Nomor Urut 4.
Berikutnya, KPU menetapkan hasil perolehan PSU yaitu Paslon Nomor Urut 1 Putri Dakka-Haidir Basir sebanyak 269 suara, Paslon Nomor Urut 2 Farid Kasim-Nurhaenih sebanyak 35.058 suara, Paslon Nomor Urut 3 Rahmat Masri Bandaso-Andi Tenri Karta sebanyak 11.021 suara, dan Paslon Nomor Urut 4 Naili-Akhmad Syarifuddin sebanyak 47.349 suara. Akhmad Syarifuddin menang kembali.
Namun, lagi-lagi kemenangan Akhmad Syarifuddin terhambat karena giliran Paslon Nomor Urut 3 Rahmat Masri Bandaso-Andi Tenri Karta mengajukan permohonan PHPU Wali Kota Palopo pasca-PSU.
Dalam permohonannya, Rahmat Masri Bandaso-Andi Tenri Karta mendalilkan Akhmad Syarifuddin tidak jujur atas statusnya sebagai mantan terpidana.
Lalu kenapa penyelenggara pemilihan umum (pemilu) luput atas status mantan terpidana Akhmad Syarifuddin pada Pilwalkot Palopo sebelumnya?
Menurut Akhmad Syarifuddin yang dihadirkan dalam persidangan di Mahkamah pada Jumat (4/7/2025), dirinya beranggapan status terpidana pada 2018 lalu dengan sanksi kurungan penjara percobaan 4 bulan tidak termasuk kategori yang disyaratkan ketentuan Pasal 7 ayat (2) huruf g UU Pilkada untuk secara jujur dan terbuka mengumumkan mengenai latar belakang jati dirinya sebagai mantan terpidana.
Pemaknaan demikian membuat Akhmad Syarifuddin mengajukan permohonan surat keterangan tidak pernah dipidana ke pengadilan negeri, alih-alih melengkapi persyaratan sebagai calon dengan status mantan terpidana.
“Kami merasa bahwa itu tafsir tidak masuk dalam kriteria 5 tahun ke atas itu sehingga syarat itu yang kami isi sesuai dengan apa yang menjadi keyakinan kami,” ujar Akhmad Syarifuddin dalam Perkara Nomor 326/PHPU.WAKO-XXIII/2025 di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta.
Atas permohonannya, pengadilan negeri mengeluarkan surat keterangan tidak pernah dipidana untuk Akhmad Syarifuddin.
Surat itulah yang kemudian disampaikan Akhmad Syarifuddin untuk memenuhi persyaratan pencalonan. (Rls/MK)