IDEAtimes.id, MAKASSAR – Rektor Universitas Negeri Makassar (UNM), Prof Dr Karta Jayadi resmi melaporkan dosen Q di Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Sulsel, Senin (25/8) malam.
Kuasa hukum Rektor UNM, Dr Jamil Misbach, SH, MH mengatakan laporan ini dilakukan setelah pihaknya melakukan somasi terhadap Q.
“Karena tidak mau melakukan klarifikasi terkait tuduhan yang dilakukannya, maka Rektor UNM melapor yang bersangkutan pencemaran nama baik di Polda Sulsel,” kata Jamil.
Dalam laporannya, Prof Karta mangadukan Qadriati karena dianggap melakukan perbuatan pencemaran nama baik dan penghinaan dengan cara mendistribusikan dokumen yang berisi pencemaran nama baik melalui informasi dan transaksi elektronik (ITE).
Jamil berharap Polda Sulsel bisa menindaklanjuti laporan kliennya untuk diproses lebih lanjut sesuai prosedur dan ketentuan hukum yang berlaku.
Dosen Q Lebih dulu Melaporkan Rektor UNM
Dosen perempuan berinisial “Q” resmi melaporkan Rektor UNM ke Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Selatan pada Jumat, 22 Agustus 2025.
Laporan serupa juga telah disampaikan ke Inspektorat Jenderal Kemendiktisaintek RI.
Laporan ini tidak dibuat secara terburu-buru. Sejak tahun 2022 hingga 2024, dosen korban menerima berbagai pesan melalui aplikasi WhatsApp dari Rektor UNM yang berisi ajakanbermuatan seksual, permintaan untuk bertemu di hotel.
Serta kiriman gambar vulgar yang jelas tidak pantas dilakukan olehseorang pimpinan tertinggi perguruan tinggi.
Dalam chat itu, berbagai kata-kata vulgar dituliskan seperti ajakan ngamar, ayok goyang hingga kata pengen.
“Seluruh bukti telah saya simpan secara rapi selama tiga tahun terakhir dan kini telah diserahkan kepada aparat penegak hukum. Bukti asli percakapantetap tersimpan di perangkat pribadi saya untuk keperluanpemeriksaan digital forensik,” kata Q dalam keterangannya, Jumat (22/8/2025).
Sepanjang periode tersebut, korban mengaku berulang kali menolak dengan sopan, mengalihkan pembicaraan, bahkan beberapa kali mengingatkan agar perilaku tersebut dihentikan.
Namun, ajakan bernuansa mesum terus berulang hingga tahun 2024.
Mengingat posisi terlapor sebagai pimpinan tertinggi kampus, korban menilai mekanisme internal berpotensi tidak objektif.
Oleh karena itu, jalur resmi melalui Polda Sulsel dan Inspektorat Jenderal Kemendikbudristek dipilih sebagai langkah hukum.
Adapun alasan laporan baru diajukan setelah lebih dari dua tahun sejak kejadian pertama adalah karena korban membutuhkan waktu untuk mengumpulkan bukti lengkap sekaligus keberanian besar untuk melaporkan seseorang dengan kedudukan setinggi rektor.
Langkah ini ditempuh untukmemastikan laporan tidak hanya berupa cerita, melainkan benar-benar didukung bukti kuat yang dapat diuji secara hukum.
Korban juga menyadari adanya risiko besar, termasukkemungkinan serangan balik, tuduhan fitnah, hingga upaya mendiskreditkan secara pribadi maupun akademik.
Namun, diam hanya akan membiarkan praktik ini terus terjadi, dan dikhawatirkan akan ada korban lain yang menyusul di kemudian hari.
“Oleh sebab itu, laporan ini menjadi bentuk inisiatif untukmenghentikan praktik pelecehan seksual di dunia akademikyang seharusnya menjadi ruang intelektual yang aman danbermartabat,” katanya.
Hari ini, kuasa hukum Rektor UNM juga mengirimkan somasikepada korban.
Somasi tersebut dipandang sebagai bentukintimidasi hukum dan upaya pengalihan isu dari perkara pokok, yaitu dugaan pelecehan seksual digital.
Korban menegaskan bahwa laporan yang diajukan sudah dilengkapi bukti yang sah dan diserahkan melalui jalur resmi penegak hukum.
Upaya intimidasi melalui somasi tidak akan menghentikan langkahkorban dalam mencari keadilan.
Terkait pernyataan kuasa hukum Rektor UNM yang mencobamengaitkan masalah akademik dengan kasus ini, hal tersebut jelas merupakan pengalihan isu yang tidak relevan.
Pokokperkara yang sedang diproses adalah dugaan pelecehan seksual digital, bukan kinerja akademik.
Justru korban mengaku rekam jejaknya menunjukkan dedikasi tinggi danprestasi nyata di UNM.
Korban bahkan terpilih sebagai Pembimbing Akademik (PA) terbaik di Fakultas Teknik, serta sukses menjadiKetua Pelaksana Seminar Nasional Transportasi di UNM yang mengharumkan nama universitas.
“Selama menjabat sebagai Kepala Pusat, saya juga menunjukkan kinerja baik dan produktif. Ironisnya, baru sekitar enam bulan menjabat saya diberhentikan dari posisi tersebut tanpa alasan yang jelas. Fakta ini menegaskan bahwa tuduhan pelecehan seksual tidak bisa diputarbalikkan menjadi isu kinerja, karena keduanya sama sekali berbeda,” kata Q.
Dia berharap laporannya ini diharapkan dapat diproses dengan seadil-adilnya sesuai ketentuan UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak PidanaKekerasan Seksual (UU TPKS) dan UU ITE Tahun 2024, yang secara tegas melarang pelecehan seksual maupun distribusimuatan cabul melalui media elektronik.
Dia juga berharap agar kasus ini menjadi momentum penting untukmembersihkan lingkungan pendidikan tinggi dari praktik pelecehan seksual, sehingga generasi akademik Indonesia dapat tumbuh dalam suasana yang aman, bermartabat, dan berintegritas.