Jumat, Desember 5, 2025

Perang Kelompok di Makassar : Rapuhnya Manajemen Pemkot

Terkait

IDEAtimes.id, MAKASSAR – Perang kelompok pemuda di Kota Makassar tepatnya di Kandea, Kecamatan Tallo berlangsung beberapa hari terakhir.

Akibatnya, rumah, kendaraan hingga masyarakat menjadi korban dalam peristiwa ini.

Peristiwa ini pun mendapat perhatian serius dari berbagai kalangan termasuk pemerhati sosial H. Makmur Idrus.

Makmur Idrus menuturkan, perang kelompok yang terjadi di Kecamatan Tallo adalah cerminan rapuhnya manajemen kota dalam mengurus generasi mudanya.

Ia menilai, perang terjadi bukan hanya disebabkan masalah kriminal, tapi juga masalah sosial, pendidikan, dan ekonomi.

“Selama akar-akar masalah ini tidak disentuh, maka setiap generasi akan melahirkan “pasukan batu” yang baru yang siap mewarisi medan perang jalanan.” ungkap sesepuh GP Ansor itu, Kamis, (25/9).

“Kota yang besar bukan diukur dari gedung-gedung tinggi, tapi dari kemampuannya merangkul pemuda. Jika tidak, Makassar akan terus punya cerita klasik, damai di atas kertas, perang di lorong-lorong.” bebernya.

Lebih jauh, Makmur sapaan akrabnya menyarankan beberapa solusi dari permasalahan kompleks tersebut.

“Ada beberapa jalur strategis yang bisa dijalankan seperti pencegahan Sosial dengan membentuk komunitas lorong seperti olahraga, musik, seni, bahkan dapur umum.” urainya

“Lorong kumuh biasanya padat, sempit, tanpa ruang aman. Maka ruang sosial harus “diciptakan” dengan aktivitas kolektif. Hadirkan fasilitator pemuda dari dalam lorong, bukan orang luar. Anak-anak muda lebih patuh pada figur lokal yang mereka kenal.” tambahnya.

Kedua, kata warga Manggala itu, adalah pencegahan ekonomi dimana menurutnya banyak tawuran lahir karena pengangguran.

“Maka solusinya adalah padat karya lorong, program kerja sederhana tapi menyerap tenaga pemuda lokal (misalnya perbaikan drainase, kebersihan lingkungan, daur ulang sampah).
Pemkot bisa masuk lewat UMKM lorong, memberi modal kecil atau pelatihan usaha berbasis rumah tangga: warung, bengkel kecil, jasa cuci motor.” jelasnya.

“Kemudian pencegahan kultural yaitu konflik di lorong kumuh sering diwariskan sebagai cerita. Perlu ada proyek rekonsiliasi budaya seperti festival lorong, pertukaran remaja antar kampung, atau kerja bakti bersama. Kegiatan lintas lorong membuat identitas lama “musuh turun-temurun” terkikis.” tegasnya

Dan keempat beber Makmur, pencegahan moral dan keluarga, dimana di kawasan kumuh, pengawasan orang tua lemah karena sibuk mencari nafkah.

“Solusinya adalah pos remaja lorong yang dikelola bersama tokoh agama, tokoh masyarakat, dan kader PKK. Tempat ini bisa jadi “penyaring” anak-anak muda agar tidak hanyut dalam kelompok tawuran. Masukkan penguatan agama bukan lewat ceramah formal, tapi aktivitas kecil sehari-hari: mengaji sore, diskusi remaja masjid, atau kajian singkat yang dekat dengan realitas mereka.” ucapnya.

“Dan terakhir adalah peran Pemkot (Manajemen Kota) Jangan tunggu perang pecah baru datang. Pemkot harus jadi arsitek lorong, membangun jalan kecil yang lebih terang, drainase yang bersih, ruang bermain sederhana. Lingkungan fisik yang sehat akan ikut memengaruhi perilaku sosial. Tarik KNPI dan OKP untuk benar-benar turun ke lorong, bukan hanya sibuk seminar di hotel. Dana hibah harus diarahkan ke program nyata yang menyentuh anak-anak lorong kumuh. ” tutupnya. (*)

spot_img
spot_img
Terkini

Onyx Club Launching, Makassar Kedatangan Ikon Hiburan Malam Baru

IDEAtimes.id, MAKASSAR - Kota Makassar, ibu kota Provinsi Sulawesi Selatan, tak hanya dikenal lewat kuliner khas dan kekayaan budayanya. Kota...
Terkait
Terkini

Onyx Club Launching, Makassar Kedatangan Ikon Hiburan Malam Baru

IDEAtimes.id, MAKASSAR - Kota Makassar, ibu kota Provinsi Sulawesi Selatan, tak hanya dikenal lewat kuliner khas dan kekayaan budayanya. Kota...

Berita Lainnya