IDEAtimes.id, BONE – 35 anggota DPRD melayangkan mosi tidak percaya kepada Ketua DPRD Bone Andi Tenri Walinonong, politisi Partai Gerindra.
Mosi tidak percaya itu kemudian menjadi Laporan Pelanggaran Tata tertib/Kode etik oleh Ketua DPRD Bone yang dilayangkan ke 35 anggota tersebut pada, Jumat, (10/10).
Dalam laporan itu, Andi Tenri selaku ketua DPRD dituduh telah melakukan pelanggaran tata tertib serta kode etik.
“Berdasarkan perihal tersebut bahwa 35 anggota DPRD yang telah bertanda tangan dengan data terlampir dengan tegas sudah tidak percaya lagi kepada A. Tenri Walinonong, S.H selaku ketua DPRD Kab. Bone, karena telah mencederai Lembaga DPRD Bone dengan menolak hasil Keputusan fraksi dengan ini menunjukkan bahwa sikap selaku ketua DPRD Bone tidak mampu mengaplikasikan asas kolektif kolegial yang secara explisit di atur dalam pasal 164 ayat (2) jo pasal 165 ayat (1) UU No 23 tahun 2014 dan pasal 65 tatar tertib DPRD Bone tahun 2024 bahwa pimpinan DPRD merupakan satu kesatuan yang bersifat kolektif dan kolegial.” bunyi laporan tersebut yang dilayangkan Hj. Adriani Page.
Di surat itu juga terlampir masing-masing nama dan tanda tangan 35 anggota dewan yang mendukung laporan ini dan ditujukan kepada Pimpinan DPRD.
Laporan itu juga telah mendapat disposisi dari Sekretariat Daerah DPRD Kabupaten Bone.
35 dewan yang “mengeroyok” Andi Walinonong juga terdapat rekan separtainya dari Gerindra.
Ketua DPRD Bone merupakan kader Gerindra. Ia meraih suara pada Pileg 2024 sebanyak 7.288.
Respons Ketua DPRD Bone
Ketua DPRD Bone menegaskan bahwa selama ini dirinya menegakkan hukum dan menjaga marwah lembaga (DPRD Bone).
Alumni Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin ini menjelaskan bahwa setiap dinamika di lembaga perwakilan rakyat harus disikapi dalam bingkai hukum dan etika kelembagaan.
Menurutnya, DPRD adalah lembaga politik yang bekerja berdasarkan hukum, bukan tekanan opini atau kepentingan sesaat.
Segala bentuk perbedaan pandangan, termasuk kritik terhadap pimpinan, merupakan bagian dari dinamika demokrasi yang wajar.
Namun demikian kata ATW, setiap tindakan lembaga harus berlandaskan pada ketentuan peraturan perundang-undangan, tata tertib DPRD, serta kode etik yang berlaku.
Dijelaskannya, mosi tidak percaya atau laporan pelanggaran tidak otomatis memiliki kekuatan hukum sebelum diuji melalui mekanisme internal lembaga dalam hal ini melalui Badan Kehormatan DPRD.
Hanya lembaga itulah yang berwenang memeriksa, menilai, dan memutus apakah suatu tindakan dianggap melanggar tata tertib atau kode etik.
“Sebagai Ketua DPRD, saya menghormati mekanisme itu sepenuhnya dan siap memberikan klarifikasi sesuai prosedur yang sah. saya ingin menegaskan bahwa seluruh keputusan yang saya ambil selama memimpin DPRD Bone senantiasa berpedoman pada asas kolektif kolegial dan peraturan perundang-undangan,” ujar ATW kepada ENews Indonesia, Rabu (15/10/2025).
Dalam menjalankan fungsi pimpinan, ATW menegaskan bahwa dirinya berpegang pada Pasal 165 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang menegaskan bahwa pimpinan DPRD merupakan satu kesatuan yang bersifat kolektif dan kolegial.
Artinya, setiap keputusan penting harus melalui musyawarah bersama pimpinan dan alat kelengkapan dewan.
“Dalam hal adanya perbedaan tafsir atau pendapat mengenai pelaksanaan tugas, hendaknya semua pihak mengedepankan mekanisme internal dan komunikasi kelembagaan, bukan menempuh langkah-langkah yang justru berpotensi merusak marwah lembaga perwakilan rakyat itu sendiri,” imbaunya.
“Saya percaya bahwa kebenaran hukum tidak ditentukan oleh siapa yang paling banyak bersuara, tetapi oleh siapa yang paling taat pada aturan. Sebagai lulusan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, saya sangat menjunjung tinggi supremasi hukum dan prinsip due process of law,” terangnya.
Karena itu, ATW menegaskan akan siap menghadapi setiap proses dengan sikap terbuka, objektif, dan tetap menghormati konstitusi lembaga DPRD Kabupaten Bone.
ATW mengajak seluruh pihak untuk bersama-sama menjaga marwah DPRD sebagai lembaga terhormat yang menjadi wadah perjuangan aspirasi rakyat.
“Perbedaan adalah hal biasa, tetapi tanggung jawab moral kita bersama adalah memastikan bahwa setiap langkah dan keputusan berpijak pada hukum, etika, dan semangat pengabdian untuk kepentingan masyarakat Bone,” tandasnya. (*)