IDEAtimes.id, MAKASSAR – Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang dihelat secara serentak termasuk di Sulawesi Selatan tinggal menghitung hari.
Sedangkan masa kampanye bagi seluruh pasangan calon (paslon) telah berakhir pada Sabtu 5 Desember 2020 kemarin.
Selanjutnya tahapan pilkada memasuki masa tenang mulai hari ini hingga 8 Desember 2020.
Dalam masa tenang, paslon tidak lagi diperbolehkan melakukan kegiatan berbau politik.
Meski begitu, dari pagelaran Pilkada yang dilaksanakan sebelumnya, masa tenang lah titik balik atau masa-masa kritis bagi paslon. Menang tidaknya mereka ditentunkan pada saat pencoblosan berlangsung.
Direktur Institut Kausa Demokrasi Indonesia (IKDI) Hermawan Rahim menyebut, masa tersebut rawan bagi ASN melanggar netralitas, munculnya modus baru praktik “e-Money Politik dan trik Black Campaign”.
“Potensi pelanggaran netralitas ASN, praktik money politik dan trik kampanye hitam (black campaign) bukan hanya dapat terjadi pada masa sebelum dan saat kampanye,” katanya, Minggu (6/12/2020).
Pelanggaran pun dapat terjadi pasca kampanye, yang dimanfaatkan sejumlah pihak tak bertanggung jawab, khususnya masa hari tenang dan hari pencoblosan.
Dia menjelaskan, mengenai e-money politik yang sering disebut sebagai modus baru pelanggaran pada Pilkada saat ini.
“Terkait praktik e-Money Politik, bisa saja cara memberikan uangnya tidak lagi bentuk barang atau tunai, tapi bisa bentuk pengisian voucher kepada pemilih yang menggunakan aplikasi e-money,” ungkapnya.
Menurutnya, potensi praktik e-Money Politik sangat mungkin terjadi. Mengingat, masyarakat yang berada di kota besar seperti Makassar sudah terbiasa menggunakan model uang virtual, ditambah dengan kondisi pandemi saat ini.
Untuk itu, Advokat asal Kabupaten Luwu ini pun mengingatkan agar masyarakat harus lebih cerdas dan waspada terhadap godaan-godaan e-Money Politik tersebut, karena jika terbukti ada, maka pemberi dan penerima sama-sama akan dikenakan sanksi hukum atau pidana.
Bukan hanya itu, Hermawan juga menyinggung soal kampanye hitam (black campaign) yang akhir-akhir ini marak terjadi, termasuk di Makassar.
“Tahapan masa tenang Pilkada Makassar juga dirusak oleh sejumlah pihak tak bertanggung jawab. Mereka dengan sengaja menyebarkan dan memasang spanduk-spanduk bernuansa kampanye hitam (black campaign),” jelasnya.
Seperti sepanduk tersebar di sejumlah ruas jalan di Kota Makassar bertuliskan “Warga Kota Makassar Tolak Mantan Walikota”.
Ditulis dengan huruf kapital berwarna hitam dan merah di atas spanduk dengan dasar warna putih.
Di tempat yang sama, salah seorang Pengurus IKDI, Faisal Takwin juga angkat bicara.
Dia mengatakan, tindakan ASN yang tergolong melanggar netralitas seperti pengerahan suara ASN dan mobilisasi sumber daya birokrasi melalui bantuan sosial, bahkan serangan fajar.
Selain itu juga ada konsolidasi pemenangan melalui media sosial, khususnya whatsapp.
“Aturannya memang tidak boleh ada agenda apapun pada masa tenang. Tapi pada kenyataanya, politik uang, intervensi, bahkan intimidasi di masyarakat terjadinya di masa tenang,” ujar Faisal.
Lanjutnya, pola-pola seperti itu biasa terjadi selama tiga hari masa tenang. Seperti politik uang yang biasanya terjadi pada malam terakhir sebelum pemilihan,
“Bahkan potensi intervensi serta intimidasi yang kemungkinan dilakukan oleh pejabat di tingkatan Kecamatan dan Kelurahan,” tuturnya.
Untuk itu, Faisal mengimbau bagi yang memiliki wewenang terkait pelanggaran Pilkada harus siap siaga dan tanggap melakukan pencegahan.
“Pihak berwenang wajib melakukan pencegahan lebih awal, sehingga Pilkada bisa berlangsung bersih,” tegas Faisal lagi.
Selain itu, sambung Faisal, yang lebih memiliki peranan penting agar masa tenang dapat berjalan sebagaimana mestinya, adalah paslon itu sendiri.
“Ini sebenarnya perannya ada di paslon dan tim sukses sendiri. Karena memang komando masih tetap berada di tangan mereka, jadi mereka bisa memerintahkan atau menegaskan untuk tidak melakukan hal-hal yang melanggar atau malah sebaliknya,” tutupnya.(*)