IDEAtimes.id, MAKASSAR – Ketua DPD KNPI Kota Makassar menyampaikan sikap keras atas penghapusan program Lorong Wisata, yang disebutnya sebagai “bentuk amputasi memori kolektif warga kota.”
Dalam pandangannya, kebijakan itu bukan hanya pembatalan program, tapi sekaligus bentuk pengingkaran terhadap identitas sosial perkotaan yang telah mengakar kuat di tubuh Makassar.
“Jika benar program Lorong Wisata dibatalkan secara sepihak oleh pemimpin kota yang baru, maka kami menilai ini sebagai bentuk “pengkhianatan” terhadap lorong sebagai jantung kebudayaan kota Makassar,” ujar Ketua KNPI Makassar, Kamis (3/7/2025).
Pernyataan ini merespons pernyataan mantan Wali Kota Makassar, Mohammad Ramdhan Pomanto, yang mengaku tak bisa lagi mencampuri kebijakan lorong karena dirinya kini “hanya anak lorong.”
“Justru karena dia anak lorong, dia wajib bicara. Karena anak lorong bukan berarti pasrah. Anak lorong melawan ketika lorongnya dipinggirkan,” tegas Ketua KNPI.
Lorong : Bukan Objek Proyek, Tapi Subjek Kota
KNPI menilai, lorong bukan ruang kecil yang bisa dicoret seenaknya dari RPJMD atau visi misi politik, melainkan zona sosial di mana kota ini bertumbuh secara organik.
Dalam teori tata kota, lorong adalah ruang-ruang informal yang membentuk konektivitas sosial, bukan sekadar jalur sempit.
“Makassar ini bukan dibentuk dari grand design masterplan belaka. Kota ini dibesarkan oleh lorong-lorong: tempat orang saling bantu, saling jaga, saling tumbuh,” katanya.
Program Lorong Wisata, meskipun perlu dievaluasi, tidak layak dihapus hanya karena perbedaan bendera politik.
Menurut KNPI, ini bukan soal Danny Pomanto atau wali kota baru tetapi Ini soal arah kota.
“Jika kota dikelola dengan dendam politik, maka yang jadi korban adalah warga yang tinggal di lorong-lorong itu sendiri. Mereka bukan komoditas elektoral, mereka adalah wajah asli kota ini.” tegas Sul.
Koreksi Keras atas Kepemimpinan Kota : Jangan Ganti Warisan dengan Ego
KNPI secara terang meminta agar Pemerintah Kota Makassar tidak menjadikan program-program berbasis rakyat sebagai korban politik balas dendam.
“Jangan ulangi pola klasik : yang lama salah karena bukan hasilmu, yang baru dianggap suci karena milikmu. Kota bukan panggung ego,” tegasnya.
Sebagai representasi pemuda kota, KNPI menegaskan bahwa identitas kota harus dibangun di atas kesinambungan, bukan euforia kekuasaan jangka pendek.
Lorong-lorong adalah saksi hidup dari dinamika kota ini.
Menghapusnya tanpa forum warga, tanpa kajian akademik, tanpa transisi sosial, adalah tindakan gegabah dan ahistoris.
“Kami menolak cara berpikir yang menjadikan kota sebagai trofi politik. Kota ini hidup oleh warga lorong. Hargai itu, atau tunggu perlawanan moral dari generasi muda Makassar,” pungkasnya. (*)