IDEAtimes.id, MAKASSAR – Penyelenggaraan KAHMI Award oleh Majelis Wilayah Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Sulawesi Selatan menuai sorotan dari sejumlah alumni dan tokoh senior organisasi tersebut.
Mereka mempertanyakan dasar, urgensi, serta transparansi pemberian penghargaan yang rencananya akan digelar dalam acara Silaturahmi Regional (Silatreg) KAHMI se-Sulawesi, di Makassar pada 10–11 Oktober 2025.
Dalam informasi yang beredar, penghargaan itu disebut akan diberikan kepada Menteri Pertanian, para gubernur se-Sulawesi, serta Wali Kota Makassar.
Langkah tersebut memicu kritik dari kalangan alumni yang menilai KAHMI Award tidak memiliki dasar organisasi yang jelas.
Bertempat di salah satu rumah makan di Makassar, Kamis (9/10) petang, sejumlah senior KAHMI Sulsel berkumpul menyuarakan keprihatinan mereka terhadap munculnya agenda penghargaan tersebut.
“KAHMI Award tidak pernah ada sebelumnya. Kok tiba-tiba muncul dan begitu saja diberikan kepada orang lain? Ini harus dijelaskan oleh Majelis Nasional (MN) KAHMI,” tegas Abbas Hadi, salah satu senior KAHMI Sulsel.
Menurut Abbas, organisasi sebesar KAHMI semestinya menjaga marwah dan integritasnya dengan tidak mengumbar penghargaan tanpa indikator dan mekanisme yang jelas.
Pandangan serupa disampaikan Andi Tobo Hairuddin, mantan Presiden Majelis Wilayah KAHMI Sulsel.
Ia menilai penghargaan dari KAHMI seharusnya diberikan hanya kepada pihak yang benar-benar memberikan kontribusi nyata bagi organisasi maupun masyarakat, bukan karena pertimbangan politis atau kedekatan personal.
“Apalagi namanya KAHMI Award. Seharusnya itu penghargaan bergengsi yang melalui proses seleksi ketat, ada indikator terukur dan panel independen yang menilai. Tidak bisa diberikan ujug-ujug begitu saja,” ujarnya.
Sementara itu, Abdul Madjid Sallatu, senior KAHMI lainnya, menilai bahwa pemberian penghargaan tanpa dasar akademis justru dapat menurunkan martabat organisasi.
“Sebagai wadah insan akademis, setiap langkah KAHMI mestinya memiliki nalar akademis. Kalau tidak hati-hati, justru bisa mendegradasi KAHMI secara keseluruhan,” ujarnya.
Dedi Alamsyah : Penghargaan Harus Transparan dan Terukur
Kritik juga datang dari Dedi Alamsyah Mannaroi, alumni HMI sekaligus CEO Duta Politika Indonesia (DPI).
Ia mempertanyakan urgensi KAHMI Award yang dinilainya belum transparan dan tidak memiliki mekanisme penilaian yang jelas.
> “Sebenarnya apa urgensinya KAHMI Award itu? Apakah karena yang diberikan atau yang menerima itu menyumbang? Award itu bukan asal-asalan. Harus diberikan kepada mereka yang betul-betul berkontribusi terhadap lembaga, bangsa, dan negara,” ujar Dedi di Makassar, Kamis (9/10/2025).
Menurut Dedi, penilaian penghargaan seharusnya dilakukan secara terbuka dan melibatkan partisipasi warga KAHMI agar tidak menimbulkan kesan elitis.
> “Tidak ada penilaian sebelumnya, tidak ada jajak pendapat dari warga KAHMI. Ini yang membuat banyak alumni bertanya-tanya soal objektivitasnya,” katanya.
Ia menilai sebaiknya perhatian pengurus KAHMI lebih difokuskan pada penguatan cabang dan kader aktif HMI di berbagai daerah ketimbang pada kegiatan seremonial.
> “Harusnya lebih perhatian ke cabang. Sekretariatnya bagaimana, kadernya bagaimana sekarang? Jangan sampai pengurus KAHMI justru berperilaku seperti pengurus komisariat,” tegasnya.
Dedi juga menekankan pentingnya menjaga kesinambungan dan keberlangsungan organisasi HMI sebagai tanggung jawab bersama antara kader dan alumni.
> “Menjaga keberlangsungan organisasi itu tanggung jawab semua kader HMI. KAHMI itu diharapkan mampu menjaga HMI tetap hidup. Jangan hanya mendidik kader untuk pintar dan bertahan sendirian,” ujarnya.
—
Dorongan untuk Peran KAHMI yang Lebih Substantif
Selain kritik, Dedi juga mengusulkan sejumlah langkah konstruktif agar peran KAHMI lebih berdampak bagi kader dan masyarakat luas.
> “KAHMI ke depan harus memperkuat peran pembinaan kader dan memperhatikan kebutuhan cabang-cabang. Buat sistem mentoring lintas generasi agar kader muda bisa belajar langsung dari alumni yang sudah berhasil di berbagai bidang,” sarannya.
Ia juga menyarankan pembentukan lembaga riset dan pemberdayaan ekonomi alumni HMI, agar kiprah KAHMI tidak berhenti pada kegiatan seremonial.
> “KAHMI juga bisa membentuk lembaga riset dan pemberdayaan ekonomi alumni HMI. Jadi tidak hanya seremonial, tapi memberi ruang nyata bagi kontribusi sosial dan ekonomi,” lanjutnya.
Dedi menutup pernyataannya dengan menyinggung kondisi Rumah HMI di Jalan Botolempangan, Makassar, yang masih memerlukan perhatian serius dari para alumni.
> “Rumah HMI di Botolempangan itu rumah besar dan masih butuh perhatian. Kalau memang untuk keberlangsungan HMI, alihkan saja semua untuk organisasi, jangan sampai ada kepentingan pribadi,” ujarnya.
—
Diketahui, Silaturahmi Regional KAHMI se-Sulawesi dijadwalkan dibuka oleh Koordinator Presidium Majelis Nasional KAHMI di Hotel Arya Duta, Makassar, pada Jumat pagi (10/10).
Puluhan delegasi dari Majelis Wilayah dan Majelis Daerah KAHMI se-Sulawesi dipastikan hadir dalam kegiatan dua hari tersebut.
Rencana Boikot Kedatangan Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni
Rencana kedatangan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Raja Juli Antoni, dalam acara Silaturahmi Regional (Silatreg) KAHMI Sulawesi Selatan di Rumah Jabatan (Rujab) Wali Kota Makassar, memicu gelombang penolakan dari organisasi Laskar.
Organisasi tersebut menilai kehadiran Raja Juli berpotensi menjadi ajang pencitraan politik dan mencederai marwah Kota Makassar.
Mereka bahkan mengancam akan memblokade seluruh akses menuju rujab jika kegiatan tetap dilaksanakan.
Ketua Harian Laskar, Ilyas Maulana, menyatakan bahwa pihaknya telah melakukan konsolidasi untuk menyiapkan aksi massa sebagai bentuk penolakan terbuka.
“Kami menolak kehadiran Menteri Raja Juli di Makassar. Kehadirannya kami anggap sebagai bentuk intervensi politik terselubung di ruang kekuasaan lokal. Rujab Wali Kota bukan tempat untuk legitimasi politik nasional yang busuk,” tegas Ilyas dalam pernyataannya, Kamis (9/10).
Soroti Kontroversi Raja Juli
Laskar juga menyinggung rekam jejak Raja Juli yang sempat menuai sorotan publik.
Nama Raja Juli pernah menjadi perbincangan setelah video dirinya bermain domino bersama seorang tersangka kasus pembalakan liar viral di media sosial.
Meski Raja Juli membantah mengetahui status hukum lawan mainnya, Laskar menilai hal itu menunjukkan lemahnya kepekaan moral seorang pejabat negara.
“Bagaimana publik bisa percaya pada komitmen lingkungan seorang menteri yang santai bermain domino dengan tersangka pembalakan liar? Kami tidak butuh pejabat pencitraan yang datang membangun citra di atas penderitaan rakyat dan kehancuran hutan,” ujar Ilyas yang juga merupakan Alumni HMI dengan nada keras.
Desak Wali Kota Tinjau Ulang Agenda
Lebih lanjut, Ilyas menilai Wali Kota Makassar turut bertanggung jawab karena memberikan ruang resmi bagi kegiatan tersebut.
Menurutnya, rumah jabatan wali kota merupakan simbol kekuasaan publik yang semestinya dijaga netralitasnya dari kepentingan politik.
“Kami akan palang jalan menuju rujab bukan karena membenci tamu, tetapi karena kami tidak mau rumah jabatan rakyat dijadikan panggung politik pencitraan. Jika Wali Kota tidak membatalkan acara ini, kami anggap dia bagian dari skenario pencitraan murahan,” tegasnya.
Rencana Aksi dan Seruan Moral
Laskar berencana menggelar blokade simbolik di sepanjang akses menuju rujab Wali Kota Makassar.
Mereka juga menyerukan kepada masyarakat sipil untuk menolak praktik yang mereka sebut sebagai “pencucian reputasi pejabat” di ruang publik.
“Ini peringatan keras! Kami akan datang dengan massa dan suara rakyat. Makassar bukan tempat bersolek bagi pejabat yang tak sensitif terhadap keadilan ekologis dan moral publik,” ujar Ilyas menutup pernyataannya. (*)