IDEAtimes.id, MAKASSAR – Hasil penyaringan Senat Akademik Universitas Hasanuddin (Unhas) yang digelar di Hotel Unhas, Senin (3/11/2025), menjadi titik penting dalam dinamika pemilihan rektor periode 2026–2030.
Dari 94 anggota senat yang memiliki hak suara, Prof. Jamaluddin Jompa (Prof. JJ) meraih 74 suara, sementara Prof. Budu hanya mengantongi 18 suara.
Kemenangan telak tersebut menegaskan jurang lebar antara persepsi publik yang terbentuk lewat survei dan penilaian substantif dari komunitas akademik internal kampus.
Sebelumnya, sejumlah lembaga survei menempatkan Prof. Budu sebagai kandidat terpopuler, namun hasil pemungutan suara Senat memperlihatkan kenyataan berbeda.
Dari sudut pandang komunikasi politik, perbedaan ini menunjukkan bahwa logika popularitas tidak selalu sejalan dengan rasionalitas akademik.
Survei publik yang menampilkan Prof. Budu unggul tampaknya lebih bersifat pembentuk persepsi daripada cerminan dukungan nyata di lingkungan universitas.
Hasil Senat kali ini menegaskan bahwa legitimasi kepemimpinan akademik lahir dari kredibilitas gagasan dan rekam jejak, bukan dari gema citra.
Dalam forum pemaparan visi dan kertas kerja sebelumnya, Prof. JJ dinilai mampu menyampaikan visi terukur, berbasis capaian, dan disampaikan secara lugas serta bernas.
Pendekatannya memadukan rasionalitas akademik dengan pengalaman empiris selama memimpin Unhas.
Di bawah kepemimpinannya, Unhas berhasil menembus peringkat 951–1000 dunia versi Times Higher Education (THE WUR) dan posisi 201 di Asia — capaian yang belum pernah terjadi dalam sejarah universitas tersebut.
Sebaliknya, visi “Kampus Berdampak” yang diusung Prof. Budu, meskipun memiliki muatan positif, dinilai masih terlalu generik dan belum menonjolkan distingsi Unhas sebagai universitas berbasis riset dan pusat pengembangan ilmu di kawasan timur Indonesia.
Dalam konteks komunikasi kelembagaan, gagasan yang tidak terhubung langsung dengan karakter institusi cenderung kehilangan resonansi di hadapan audiens akademik yang rasional.
Kemenangan Prof. JJ di Senat memperlihatkan bahwa para anggota Senat Akademik menilai berdasarkan kedalaman visi, bukan popularitas nama.
Mereka lebih menghargai figur yang telah membuktikan komitmennya pada tata kelola, integritas akademik, dan penguatan reputasi global universitas.
Hasil ini juga menjadi koreksi terhadap euforia survei yang sebelumnya membentuk persepsi keliru tentang peta dukungan sebenarnya.
Dari perspektif komunikasi publik, kemenangan ini menjadi simbol kemenangan substansi atas popularitas, sekaligus bukti bahwa komunitas akademik Unhas tetap berpegang pada prinsip rasionalitas dalam memilih pemimpinnya.
Proses penyaringan oleh Senat menegaskan satu hal: universitas besar hanya bisa dipimpin oleh figur yang memahami ilmu, mengelola gagasan, dan membangun kepercayaan dengan kerja nyata.
Dengan hasil tersebut, posisi Prof. Jamaluddin Jompa kini semakin menguat menjelang tahapan akhir pemilihan di Majelis Wali Amanat (MWA).
Bagi publik kampus, kemenangan diSenat bukan sekadar angka, melainkan pernyataan tegas bahwa Unhas memilih pemimpin yang berpikir jernih, bekerja nyata, dan berbicara dengan data — bukan dengan slogan. (*)