IDEAtimes.id, Opini;- Kelangsungan hidup normal sebelumnya yang kita jalani terusik dan berubah total dengan adanya pandemi covid 19, hampir semua kegiatan yang biasanya dilakukan diluar rumah berubah drastis, kehidupan sosial masyarakat semua terdampak, tidak ada lagi aktifitas dikantor-kantor, sekolah, kampus, pusat perbelanjaan, bahkan rumah ibadahpun tak luput dari penutupan sementara untuk mengantisipasi atau memutus rantai pandemi ini.
Tidak hanya sampai pada pelarangan kegiatan sosial berskala besar, pandemi ini benar-benar menjadi sesuatu yang tidak dapat dihindari sehingga mengakibatkan dampak yang begitu besar terhadap beberapa perusahaan yang pada akhirnya merumahkan karyawan bahkan memberhentikan karena sebagian besar bisnis tidak dapat berjalan sehingga tidak dapat membayar gaji karyawan. Menurut data dari Kementrian Ketenaga kerjaan sekitar Total yang terdampak 1,9 juta orang, baik yang di-PHK dan dirumahkan.
Belum lagi dampak sosial yang dirasakan langsung saudara-saudara kita yang berprofesi sebagai ojek pangkalan, ojek online, dan sopir-sopir angkutan, sejak diberlakukannya sosial distancing atau saling jaga jarak, secara otomatis moda transportasi umum yang biasa digunakan oleh para pekerja, masyarakat umum, siswa, dan mahasiswa langsung menurun drastis.
Dari pola kehidupan normal yang berubah drastis menjadi kehidupan ibarat terpenjara di rumah saja merupakan sesuatu yang memang harus dijalani akibat pandemi ini, pada akhirnya pemerintahpun menginstruksikan untuk hidup berdampingan dengan Corona.
Kalau melihat pernyataan diatas artinya dengan kondisi yang ada mau tidak mau kita harus siap menghadapi tatanan hidup baru (New Normal) yang menjadi wacana saat ini. Secara logika jika melihat data Gugus Covid 19 secara keseluruhan di seluruh Indonesia grafik kenaikan masih terus menanjak.
Sepertinya wacana konsep kehidupan baru (New Normal) akan menjadi pilihan pemerintah dengan asumsi pandemi covid 19 bisa diatasi, sebagai salah satu daerah yang menjadi tolak ukur PSBB yaitu DKI Jakarta memperlihatkan kurva penurunan, menurut Ketua Pakar Tim Gugus Tugas Covid 19 DKI Jakarta Wiku Adisasmito; pada tanggal 23 Mei ada penambahan 127 kasus yang positif, angkanya kemudian terus menurun pada tanggal 24 Mei sebanyak 118 kasus positif, 25 Mei sebanyak 67 kasus, dan 26 Mei sebanyak 61 kasus positif. Meskipun demikian secara keseluruhan virus ini belum bisa dibasmi dalam waktu dekat, apalagi belum ada anti virus ditemukan yang bisa membasmi virus ini.
Melihat data perkembangan Covid 19 sebagian besar daerah di Indonesia grafiknya belum memperlihatkan tanda-tanda akan mengalami penurunan, ini akan menjadi bahan evaluasi bagi pemerintah, apakah wacana New Normal akan menjadi sebuah kebijakan yang tentunya harus dipikirkan dampak positif dan negatifnya bagi masyarakat banyak, tentunya niat pemerintah tidak akan menjerumuskan masyarakatnya, hanya saja jangan sampai suatu kebijakan dibuat justru dampaknya lebih parah dari yang sebelumnya.
Sebagai bahan pertimbangan tentunya suatu kebijakan diambil harus berhati-hati, dalam kondisi ketidakpastian permasalahan begitu komplek memaksa kita harus menyesuaikan diri dengan kondisi yang ada.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengeluarkan pedoman untuk menuju tata kehidupan baru (The New Normal) sebagai salah satau pedoman fundamental untuk melonggarkan PSBB yaitu pemerintah harus membuktikan bahwa perkembangan wabah virus Copid 19 sudah dapat dikendalikan. Sehingga suatu negara dapat dikatakan memenuhi syarat dan siap melakukan tata kehidupan baru (The New Normal).
Jika keputusan New Normal akan menjadi pilihan atau kebijakan bisa dikatakan sudah final, sosialisasi persyaratan atau regulasi hidup New Normal setidaknya sudah diinformasikan secara masif, bagaimana aturan kerja bagi mereka yang kerja diluar wilayah domisili? langkah pencegahannya seperti apa? waktu kerja berapa lama? yang biasanya kerja shif-shifan apakah masih diberlakukan? yang bekerja biasanya lembur bagaimana? semua harus dibuatkan regulasi dan standar baku.
Sebagaimana kita ketahui Covid 19 ini berinpasi dari negara Thiongkok atau dengan kata lain masuk dari negara luar, kebijakan New Normal, sedapat mungkin pemerintah harus tegas mengantisipasi import Covid 19 melalui pendekatan yang ditargetkan melacak siapapun tanpa pengecualian yang berpotensi membawa virus ini masuk ke wilayah Indonesia.
Menurut pakar epidemologi Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono; apabila persyaratan epidemiologi belum dapat dipenuhi, seharusnya new normal atau tatanan hidup baru harus dipikirkan baik-baik dan dipertimbangkan secara matang, karena jika dipaksakan penerapannya mengkhawatirkan akan menimbulkan dampak negatif yang lebih besar.
“Menurut beliau ada beberapa indikator atau persyaratan bila ingin menerapkan new normal, dan itu sangat penting untuk dijadikan pertimbangan.Indikator-indikator tersebut di antaranya jumlah kasus covid 19 sudah menujukkan penurunan yang signifikan, jumlah pasien dalam pengawasan (PDP) juga sudah harus mengalami penurunan, dan angka kematian pun juga menurun.
Lalu layanan kesehatan siap, lengkap dengan alat pelindung diri (APD) yang cukup, dan ventilator yang tersedia di ICU. Selama indikator-indikator tersebut belum terpenuhi, seharusnya untuk melangkah ke fase tatanan hidup baru (new normal) belum bisa diimplementasikan”.
Untuk mendukung kebijakan ini, partisipasi dan tingkat kesadaran masyarakat yang diharapkan akan menjadi penentu tata kehidupan baru agar semua sektor kehidupan kembali normal, wajib disiplin dilingkungan kerja ataupun dilingkungan sosial dimanapun berada, mengikuti aturan pemerintah, mengikuti protokol kesehatan sesuai standar yang sudah ditetapkan. Masyarakat harus terbuka, kooperatif, sebagai sumber informan bagi pemerintah dalam mengentaskan pandemi Covid 19.
Irmal, Dosen Manajemen Universitas Pamulang
(Coach Wirausaha Indonesia)